29.4 C
Jember
Saturday, 1 April 2023

Pembungkaman Ruang Demokrasi, Mahasiswa Papua di Jember Ngamuk

Mobile_AP_Rectangle 1

KEPATIHAN, RADARJEMBER.ID – Sekitar sepuluh mahasiswa asal Papua berjejer menghadang jalan di persimpangan Jalan Gatot Subroto. Mereka membawa poster bertuliskan “Roma Agreement Ilegal”. Beberapa poster ada yang ditenteng, ada pula yang dibeber di jalan.

Ruas jalan pun sempat mengalami kemacetan untuk beberapa waktu. Perhatian semua pengguna jalan tertuju pada kumpulan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu. Mereka menuntut dan turut menyuarakan Roma Agreement bersifat ilegal yang masih berlaku di Papua.

“Agar semua masyarakat Jember tahu kondisi sebenarnya di Papua. Tindakan represif dari aparat keamanan masih ada. Bahkan, sebagian masyarakat Papua dilabeli sebagai teroris atas adanya Roma Agreement,” ungkap Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Rudy Wonda, Kamis (30/9) kemarin.

Mobile_AP_Rectangle 2

Rudy menjelaskan bahwa hingga saat ini banyak masyarakat Papua yang menerima tuduhan sebagai teroris. Keberadaan mereka pun tidak aman. Mereka masih sering mendapat tindakan represif dari aparat keamanan. Menurut Rudy, kondisi seperti inilah yang belum banyak diketahui oleh orang-orang di luar Papua, termasuk di Jember.

Perilaku tidak profesional dan sewenang-wenang ini dialami rakyat Papua yang menuntut hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi paling demokratis dan bermartabat. Guna menuntaskan persoalan konflik kemanusiaan yang berkepanjangan di Papua selama ini. Dihadapkan dengan praktik-praktik kekerasan, intimidasi, pembungkaman ruang demokrasi, penangkapan di luar prosedur hukum, bahkan pembunuhan.

Tak hanya itu, kegiatan pengaturan pengelolaan sumber daya alam pun dibatasi. Masyarakat setempat tidak leluasa dalam memanfaatkan kekayaan alam dengan bebas. Rudy menegaskan bahwa penjajahan yang dilakukan elite birokrasi dan militer telah berlangsung sejak 1961. Kekayaan alam, emas, uranium, tembaga, minyak bumi, dan tanah adat dirampas untuk kepentingan pemodal asing. “Masyarakat Papua terbatas dalam mengelola sumber daya alam,” ungkapnya.

Melalui gerakan aksi ini, Rudy berharap masyarakat dapat mengerti kondisi kehidupan Papua hingga saat ini. “Ini yang masih belum banyak diketahui. Padahal sampai sekarang masih ada perlakuan seperti itu,” ungkap mahasiswa Universitas Jember itu.

Reporter : Dian Cahyani

Fotografer : Dian Cahyani

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

KEPATIHAN, RADARJEMBER.ID – Sekitar sepuluh mahasiswa asal Papua berjejer menghadang jalan di persimpangan Jalan Gatot Subroto. Mereka membawa poster bertuliskan “Roma Agreement Ilegal”. Beberapa poster ada yang ditenteng, ada pula yang dibeber di jalan.

Ruas jalan pun sempat mengalami kemacetan untuk beberapa waktu. Perhatian semua pengguna jalan tertuju pada kumpulan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu. Mereka menuntut dan turut menyuarakan Roma Agreement bersifat ilegal yang masih berlaku di Papua.

“Agar semua masyarakat Jember tahu kondisi sebenarnya di Papua. Tindakan represif dari aparat keamanan masih ada. Bahkan, sebagian masyarakat Papua dilabeli sebagai teroris atas adanya Roma Agreement,” ungkap Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Rudy Wonda, Kamis (30/9) kemarin.

Rudy menjelaskan bahwa hingga saat ini banyak masyarakat Papua yang menerima tuduhan sebagai teroris. Keberadaan mereka pun tidak aman. Mereka masih sering mendapat tindakan represif dari aparat keamanan. Menurut Rudy, kondisi seperti inilah yang belum banyak diketahui oleh orang-orang di luar Papua, termasuk di Jember.

Perilaku tidak profesional dan sewenang-wenang ini dialami rakyat Papua yang menuntut hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi paling demokratis dan bermartabat. Guna menuntaskan persoalan konflik kemanusiaan yang berkepanjangan di Papua selama ini. Dihadapkan dengan praktik-praktik kekerasan, intimidasi, pembungkaman ruang demokrasi, penangkapan di luar prosedur hukum, bahkan pembunuhan.

Tak hanya itu, kegiatan pengaturan pengelolaan sumber daya alam pun dibatasi. Masyarakat setempat tidak leluasa dalam memanfaatkan kekayaan alam dengan bebas. Rudy menegaskan bahwa penjajahan yang dilakukan elite birokrasi dan militer telah berlangsung sejak 1961. Kekayaan alam, emas, uranium, tembaga, minyak bumi, dan tanah adat dirampas untuk kepentingan pemodal asing. “Masyarakat Papua terbatas dalam mengelola sumber daya alam,” ungkapnya.

Melalui gerakan aksi ini, Rudy berharap masyarakat dapat mengerti kondisi kehidupan Papua hingga saat ini. “Ini yang masih belum banyak diketahui. Padahal sampai sekarang masih ada perlakuan seperti itu,” ungkap mahasiswa Universitas Jember itu.

Reporter : Dian Cahyani

Fotografer : Dian Cahyani

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

KEPATIHAN, RADARJEMBER.ID – Sekitar sepuluh mahasiswa asal Papua berjejer menghadang jalan di persimpangan Jalan Gatot Subroto. Mereka membawa poster bertuliskan “Roma Agreement Ilegal”. Beberapa poster ada yang ditenteng, ada pula yang dibeber di jalan.

Ruas jalan pun sempat mengalami kemacetan untuk beberapa waktu. Perhatian semua pengguna jalan tertuju pada kumpulan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu. Mereka menuntut dan turut menyuarakan Roma Agreement bersifat ilegal yang masih berlaku di Papua.

“Agar semua masyarakat Jember tahu kondisi sebenarnya di Papua. Tindakan represif dari aparat keamanan masih ada. Bahkan, sebagian masyarakat Papua dilabeli sebagai teroris atas adanya Roma Agreement,” ungkap Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Rudy Wonda, Kamis (30/9) kemarin.

Rudy menjelaskan bahwa hingga saat ini banyak masyarakat Papua yang menerima tuduhan sebagai teroris. Keberadaan mereka pun tidak aman. Mereka masih sering mendapat tindakan represif dari aparat keamanan. Menurut Rudy, kondisi seperti inilah yang belum banyak diketahui oleh orang-orang di luar Papua, termasuk di Jember.

Perilaku tidak profesional dan sewenang-wenang ini dialami rakyat Papua yang menuntut hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi paling demokratis dan bermartabat. Guna menuntaskan persoalan konflik kemanusiaan yang berkepanjangan di Papua selama ini. Dihadapkan dengan praktik-praktik kekerasan, intimidasi, pembungkaman ruang demokrasi, penangkapan di luar prosedur hukum, bahkan pembunuhan.

Tak hanya itu, kegiatan pengaturan pengelolaan sumber daya alam pun dibatasi. Masyarakat setempat tidak leluasa dalam memanfaatkan kekayaan alam dengan bebas. Rudy menegaskan bahwa penjajahan yang dilakukan elite birokrasi dan militer telah berlangsung sejak 1961. Kekayaan alam, emas, uranium, tembaga, minyak bumi, dan tanah adat dirampas untuk kepentingan pemodal asing. “Masyarakat Papua terbatas dalam mengelola sumber daya alam,” ungkapnya.

Melalui gerakan aksi ini, Rudy berharap masyarakat dapat mengerti kondisi kehidupan Papua hingga saat ini. “Ini yang masih belum banyak diketahui. Padahal sampai sekarang masih ada perlakuan seperti itu,” ungkap mahasiswa Universitas Jember itu.

Reporter : Dian Cahyani

Fotografer : Dian Cahyani

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca