27.8 C
Jember
Friday, 31 March 2023

Keren! DLH sulap Gas Metan TPA Pakusari Jadi Bahan Bakar

Perlu Dirawat, Jangan Sampai Meledak Reaktor gas metana yang baru dibangun DLH Jember kini telah dimaksimalkan menjadi bahan bakar gas untuk disalurkan ke warung di TPA Pakusari.

Mobile_AP_Rectangle 1

PAKUSARI, RADARJEMBER.ID- Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Kabupaten Jember kembali memanfaatkan kandungan gas metana (CH4) atau biasa disebut gas metan. Gas itu bersumber dari sampah untuk dijadikan bahan bakar yang disalurkan ke sejumlah pedagang dan warga di sekitar TPA Pakusari.

Keberadaan gas metana yang disalurkan ke warga ini sebenarnya bukan hal baru. Dulunya, di TPA tersebut sudah ada, namun perawatan TPA saat itu tergolong buruk sehingga pipa-pipa gas metana banyak yang terbakar. Lantaran rusak, kini dihidupkan kembali untuk mengurangi pencemaran udara dan memberi manfaat bagi warga sekitar.

Efadatul Hasanah, 28, warga yang sehari-hari berdagang makanan di TPA Pakusari, juga mulai memasak mi instan dari kompor gas metana. Kompor satu tungku yang dibuat sederhana dari pipa besi tersebut mengeluarkan api biru dari gas metana TPA Pakusari. Untuk menyalakan kompor tersebut, Efadatul masih harus menyalakan blower. Blower tersebutlah yang mendorong gas metana untuk menuju kompor. “Setelah blower dinyalakan, stop keran dibuka, baru nyalakan api dekat kompor saja,” paparnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pemakaiannya juga sama dengan kompor gas pada umumnya. Walau bahan bakar gas itu berasal dari timbunan sampah, namun tidak berbau dan bila berbau mirip bau gas elpiji. Gas metana tersebut juga disalurkan dari pipa paralon yang bersumber dari tumpukan sampah.

Kepala DLH Jember Eko Heru Sunarso juga menunjukkan reaktor gas metana yang letaknya tidak jauh dari kafe dan air terjun buatan TPA Pakusari. Reaktor tersebut mampu memisahkan air dan gas metana.

Heru mengakui, memaksimalkan gas metana dari tumpukan sampah untuk dijadikan bahan bakar gas dan disalurkan ke warga bukan hal yang baru lagi. “Ini teknologi lama yang pernah kami pakai dulu,” jelasnya.

Namun, kali ini pemanfaatan gas metana masih disalurkan ke pedagang TPA Pakusari dan kae TPA Pakusari. Belum menyentuh rumah warga yang berada di sekitar TPA Pakusari. Padahal, gas metana sebelumnya sampai disalurkan ke rumah warga.

Heru menambahkan, pembangunan teknologi gas metana sampai ke pedagang TPA Pakusari dan tidak sampai ke rumah warga karena keterbatasan anggaran. Sehingga, harapan besarnya pada perubahan wnggaran keuangan (PAK) bisa memperluas lagi pemanfaatan gas metana tersebut.

Heru menjelaskan, walau gas metana adalah teknologi lama, tapi tetap perlu dilakukan. Selain untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai energi, juga perlu membuang gas metana yang ada di tumpukan sampah. Hal itu untuk mengurangi risiko ledakan di TPA Pakusari. “TPA Pakusari ini over kapasitas, tumpukan sampah sampai ketinggian 15 meter. Ini sangat berbahaya, karena berpotensi ledakan, karena kandungan gas metannya,” terangnya.

Koordinator TPA Pakusari RM Masbut mengatakan, gas metana TPA Pakusari dulu disalurkan ke 32 rumah warga yang berada di sekitar TPA. Adanya gas metana yang dipakai untuk bahan bakar juga untuk mengurangi polusi udara dan emisi. Masbut juga berupaya agar sampah di TPA Pakusari yang melebihi kapasitas tersebut bisa teratasi. Selanjutnya, kata dia, juga akan mengembangkan maggot yang mampu membantu mengurangi makanan organik dan memiliki nilai manfaat.

Pada 2019 kemarin memang terjadi kebakaran di TPA Pakusari, sehingga merusak konstruksi gas metana yang sudah ada di TPA Pakusari, juga pada waktu itu kurang perawatan. “Sebenarnya bukan ledakan, tapi ada kebakaran sampah, selanjutnya ke arah pipa gas metana. Sehingga, akibat kebakaran tersebut api sulit dipadamkan,” ungkapnya.

Sementara itu, Khoiron, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember (Unej) yang konsentrasi kepada lingkungan, mengatakan, persoalan sampah sebaik mungkin bisa dikelola dan turut membantu menurunkan emisi, seperti Perayaan Peringatan Hari Sampah pada 21 Februari kemarin yang temanya turunkan emisi.

Bila sampah organik bisa dikelola di masing-masing rumah tangga, maka juga menurunkan potensi gas metana yang menumpuk di TPA Pakusari. “Sisa makanan, seperti nasi dan lainnya, lebih baik dikubur saja. Jangan dibakar, kalau dibakar itu menambah emisi,” pungkasnya.

Reporter : Dwi Siswanto
Editor : Nur Hariri
Fotografer : Dwi Siswanto

- Advertisement -

PAKUSARI, RADARJEMBER.ID- Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Kabupaten Jember kembali memanfaatkan kandungan gas metana (CH4) atau biasa disebut gas metan. Gas itu bersumber dari sampah untuk dijadikan bahan bakar yang disalurkan ke sejumlah pedagang dan warga di sekitar TPA Pakusari.

Keberadaan gas metana yang disalurkan ke warga ini sebenarnya bukan hal baru. Dulunya, di TPA tersebut sudah ada, namun perawatan TPA saat itu tergolong buruk sehingga pipa-pipa gas metana banyak yang terbakar. Lantaran rusak, kini dihidupkan kembali untuk mengurangi pencemaran udara dan memberi manfaat bagi warga sekitar.

Efadatul Hasanah, 28, warga yang sehari-hari berdagang makanan di TPA Pakusari, juga mulai memasak mi instan dari kompor gas metana. Kompor satu tungku yang dibuat sederhana dari pipa besi tersebut mengeluarkan api biru dari gas metana TPA Pakusari. Untuk menyalakan kompor tersebut, Efadatul masih harus menyalakan blower. Blower tersebutlah yang mendorong gas metana untuk menuju kompor. “Setelah blower dinyalakan, stop keran dibuka, baru nyalakan api dekat kompor saja,” paparnya.

Pemakaiannya juga sama dengan kompor gas pada umumnya. Walau bahan bakar gas itu berasal dari timbunan sampah, namun tidak berbau dan bila berbau mirip bau gas elpiji. Gas metana tersebut juga disalurkan dari pipa paralon yang bersumber dari tumpukan sampah.

Kepala DLH Jember Eko Heru Sunarso juga menunjukkan reaktor gas metana yang letaknya tidak jauh dari kafe dan air terjun buatan TPA Pakusari. Reaktor tersebut mampu memisahkan air dan gas metana.

Heru mengakui, memaksimalkan gas metana dari tumpukan sampah untuk dijadikan bahan bakar gas dan disalurkan ke warga bukan hal yang baru lagi. “Ini teknologi lama yang pernah kami pakai dulu,” jelasnya.

Namun, kali ini pemanfaatan gas metana masih disalurkan ke pedagang TPA Pakusari dan kae TPA Pakusari. Belum menyentuh rumah warga yang berada di sekitar TPA Pakusari. Padahal, gas metana sebelumnya sampai disalurkan ke rumah warga.

Heru menambahkan, pembangunan teknologi gas metana sampai ke pedagang TPA Pakusari dan tidak sampai ke rumah warga karena keterbatasan anggaran. Sehingga, harapan besarnya pada perubahan wnggaran keuangan (PAK) bisa memperluas lagi pemanfaatan gas metana tersebut.

Heru menjelaskan, walau gas metana adalah teknologi lama, tapi tetap perlu dilakukan. Selain untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai energi, juga perlu membuang gas metana yang ada di tumpukan sampah. Hal itu untuk mengurangi risiko ledakan di TPA Pakusari. “TPA Pakusari ini over kapasitas, tumpukan sampah sampai ketinggian 15 meter. Ini sangat berbahaya, karena berpotensi ledakan, karena kandungan gas metannya,” terangnya.

Koordinator TPA Pakusari RM Masbut mengatakan, gas metana TPA Pakusari dulu disalurkan ke 32 rumah warga yang berada di sekitar TPA. Adanya gas metana yang dipakai untuk bahan bakar juga untuk mengurangi polusi udara dan emisi. Masbut juga berupaya agar sampah di TPA Pakusari yang melebihi kapasitas tersebut bisa teratasi. Selanjutnya, kata dia, juga akan mengembangkan maggot yang mampu membantu mengurangi makanan organik dan memiliki nilai manfaat.

Pada 2019 kemarin memang terjadi kebakaran di TPA Pakusari, sehingga merusak konstruksi gas metana yang sudah ada di TPA Pakusari, juga pada waktu itu kurang perawatan. “Sebenarnya bukan ledakan, tapi ada kebakaran sampah, selanjutnya ke arah pipa gas metana. Sehingga, akibat kebakaran tersebut api sulit dipadamkan,” ungkapnya.

Sementara itu, Khoiron, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember (Unej) yang konsentrasi kepada lingkungan, mengatakan, persoalan sampah sebaik mungkin bisa dikelola dan turut membantu menurunkan emisi, seperti Perayaan Peringatan Hari Sampah pada 21 Februari kemarin yang temanya turunkan emisi.

Bila sampah organik bisa dikelola di masing-masing rumah tangga, maka juga menurunkan potensi gas metana yang menumpuk di TPA Pakusari. “Sisa makanan, seperti nasi dan lainnya, lebih baik dikubur saja. Jangan dibakar, kalau dibakar itu menambah emisi,” pungkasnya.

Reporter : Dwi Siswanto
Editor : Nur Hariri
Fotografer : Dwi Siswanto

PAKUSARI, RADARJEMBER.ID- Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Kabupaten Jember kembali memanfaatkan kandungan gas metana (CH4) atau biasa disebut gas metan. Gas itu bersumber dari sampah untuk dijadikan bahan bakar yang disalurkan ke sejumlah pedagang dan warga di sekitar TPA Pakusari.

Keberadaan gas metana yang disalurkan ke warga ini sebenarnya bukan hal baru. Dulunya, di TPA tersebut sudah ada, namun perawatan TPA saat itu tergolong buruk sehingga pipa-pipa gas metana banyak yang terbakar. Lantaran rusak, kini dihidupkan kembali untuk mengurangi pencemaran udara dan memberi manfaat bagi warga sekitar.

Efadatul Hasanah, 28, warga yang sehari-hari berdagang makanan di TPA Pakusari, juga mulai memasak mi instan dari kompor gas metana. Kompor satu tungku yang dibuat sederhana dari pipa besi tersebut mengeluarkan api biru dari gas metana TPA Pakusari. Untuk menyalakan kompor tersebut, Efadatul masih harus menyalakan blower. Blower tersebutlah yang mendorong gas metana untuk menuju kompor. “Setelah blower dinyalakan, stop keran dibuka, baru nyalakan api dekat kompor saja,” paparnya.

Pemakaiannya juga sama dengan kompor gas pada umumnya. Walau bahan bakar gas itu berasal dari timbunan sampah, namun tidak berbau dan bila berbau mirip bau gas elpiji. Gas metana tersebut juga disalurkan dari pipa paralon yang bersumber dari tumpukan sampah.

Kepala DLH Jember Eko Heru Sunarso juga menunjukkan reaktor gas metana yang letaknya tidak jauh dari kafe dan air terjun buatan TPA Pakusari. Reaktor tersebut mampu memisahkan air dan gas metana.

Heru mengakui, memaksimalkan gas metana dari tumpukan sampah untuk dijadikan bahan bakar gas dan disalurkan ke warga bukan hal yang baru lagi. “Ini teknologi lama yang pernah kami pakai dulu,” jelasnya.

Namun, kali ini pemanfaatan gas metana masih disalurkan ke pedagang TPA Pakusari dan kae TPA Pakusari. Belum menyentuh rumah warga yang berada di sekitar TPA Pakusari. Padahal, gas metana sebelumnya sampai disalurkan ke rumah warga.

Heru menambahkan, pembangunan teknologi gas metana sampai ke pedagang TPA Pakusari dan tidak sampai ke rumah warga karena keterbatasan anggaran. Sehingga, harapan besarnya pada perubahan wnggaran keuangan (PAK) bisa memperluas lagi pemanfaatan gas metana tersebut.

Heru menjelaskan, walau gas metana adalah teknologi lama, tapi tetap perlu dilakukan. Selain untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai energi, juga perlu membuang gas metana yang ada di tumpukan sampah. Hal itu untuk mengurangi risiko ledakan di TPA Pakusari. “TPA Pakusari ini over kapasitas, tumpukan sampah sampai ketinggian 15 meter. Ini sangat berbahaya, karena berpotensi ledakan, karena kandungan gas metannya,” terangnya.

Koordinator TPA Pakusari RM Masbut mengatakan, gas metana TPA Pakusari dulu disalurkan ke 32 rumah warga yang berada di sekitar TPA. Adanya gas metana yang dipakai untuk bahan bakar juga untuk mengurangi polusi udara dan emisi. Masbut juga berupaya agar sampah di TPA Pakusari yang melebihi kapasitas tersebut bisa teratasi. Selanjutnya, kata dia, juga akan mengembangkan maggot yang mampu membantu mengurangi makanan organik dan memiliki nilai manfaat.

Pada 2019 kemarin memang terjadi kebakaran di TPA Pakusari, sehingga merusak konstruksi gas metana yang sudah ada di TPA Pakusari, juga pada waktu itu kurang perawatan. “Sebenarnya bukan ledakan, tapi ada kebakaran sampah, selanjutnya ke arah pipa gas metana. Sehingga, akibat kebakaran tersebut api sulit dipadamkan,” ungkapnya.

Sementara itu, Khoiron, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember (Unej) yang konsentrasi kepada lingkungan, mengatakan, persoalan sampah sebaik mungkin bisa dikelola dan turut membantu menurunkan emisi, seperti Perayaan Peringatan Hari Sampah pada 21 Februari kemarin yang temanya turunkan emisi.

Bila sampah organik bisa dikelola di masing-masing rumah tangga, maka juga menurunkan potensi gas metana yang menumpuk di TPA Pakusari. “Sisa makanan, seperti nasi dan lainnya, lebih baik dikubur saja. Jangan dibakar, kalau dibakar itu menambah emisi,” pungkasnya.

Reporter : Dwi Siswanto
Editor : Nur Hariri
Fotografer : Dwi Siswanto

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca