SUMBERSARI, Radar Jember – Dari waktu ke waktu, Kabupaten Jember terus mengalami perubahan. Sejarah kabupaten penghasil tembakau ini pun digali oleh para sejarahwan hingga masyarakat umum. Memasuki tahun baru 2022, sekaligus bertepatan dengan hari ulang tahun ke-93, Jember menerima kado istimewa dari tokoh berpengaruh.
Kado itu merupakan buku sejarah yang ditulis almarhum Abdul Kahar Muzakkir, praktisi pertanian dan perkebunan di Jember. Buku sejarah itu dibuat dengan cara menggabungkan sejarah yang ditulis secara ringan dengan foto story. Bentuknya setengah buku dan setengah majalah. Jika dilihat dari karya ini, Jember tetap memesona dari masa ke masa.
“Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya.” Itulah ungkapan yang menjadi salah satu motivasi almarhum dalam menciptakan karya tulis tersebut. Kahar ingin membagi perasaannya tentang banyak hal yang ditemui semasa hidup dan berkarya di Jember.
“Buku ini berawal dari keinginan bapak saya, almarhum Abdul Kahar Muzakkir. Menjelang ulang tahunnya yang ke-85 di tahun 2021, beliau menginginkan kado spesial. Sebuah buku. Buku itu tidak hanya hadiah bagi dirinya sendiri dan keluarganya, namun juga ingin didedikasikan untuk Jember,” ungkap Febrian Ananta Kahar, putra almarhum.
Jember memiliki sejarah yang panjang sejak masa prasejarah. Hal itu terbukti dengan penemuan beragam peninggalan arkeologis berupa artefak yang tersebar di banyak tempat. Warisan budaya masa lalu itu menjadi bukti bahwa daerah ini pernah menjadi lintasan sejarah. Jember menjadi salah satu pilihan tempat hunian manusia sejak zaman purba dalam pengembaraannya mencari kehidupan yang layak dari masa ke masa. Baik masa prasejarah, kolonial, era perang kemerdekaan, sampai sekarang.
Kendati peristiwa sejarah yang terjadi di Jember belum termasuk peristiwa sejarah besar, sumber data masa lampau yang tersedia tidak berlimpah, serta narasi sejarah lokal Jember tak cukup terperinci. Namun, bukan berarti aspek kesejarahan lokalnya dibiarkan begitu saja. “Menurut saya, justru itu tantangan bagi kita untuk terus berikhtiar mencerahkan kegelapan sejarah Jember. Kita punya tanggung jawab dan kewajiban melestarikannya agar generasi muda tidak semakin menjauh, atau bahkan tercerabut dari akar sejarahnya,” lanjut Febrian.
Sebenarnya, inti dari buku ini merupakan hasil dari sebuah ekspedisi kecil di wilayah Kabupaten Jember. Banyak tempat yang dikunjungi. Banyak informasi dan cerita orang-orang yang ditemui. Juga banyak ahli yang ikut memberikan pendapat dan data penelitian mereka selama ini. Tentu dengan segala keterbatasan yang ada, buku ini mampu menyuguhkan fragmen dari sekian banyak potensi yang dimiliki Jember.
Keberagaman potensi alam di Jember bagaikan laboratorium yang tak hanya harus dirawat, namun juga mesti terus diuji, dikaji, dan dipelajari seiring berjalannya waktu. Bermacam warisan peradaban itu adalah harta tak ternilai yang mesti terus dimaknai, agar tetap bisa dinikmati anak cucu hingga seribu tahun lagi. “Harapannya buku ini tidak hanya bisa dinikmati oleh satu segmen saja, tetapi untuk semua kalangan dan semua usia bisa membaca. Karena tujuan ditulisnya buku ini adalah agar orang lebih mengenal Jember dari sisi yang lain,” tutur pemilik wisata Taman Botani Sukorambi ini.
Walaupun Jember terkenal dengan sebutan Kota Seribu Pesantren, religiusitas dan toleransi penduduk antarumat beragama sangat kental. Sebab, selain terdapat banyak pesantren, kabupaten ini juga memiliki klenteng, vihara, gereja yang bahkan letaknya berdekatan dengan masjid. Semuanya aman dan terjaga dengan baik. Sehingga menempatkan Jember sebagai kota multikultural, yang juga ditonjolkan dan sangat tampak dalam buku Sejarah Jember ini.
“Saya bisa merasakan bahwa lewat buku ini, almarhum ingin menyuguhkan sebuah pesona sejarah dan peradaban di Jember, agar kita terus belajar tentang masa depan dari sejarah masa silam,” sebutnya.
Dalam pembuatan buku tersebut, mendiang sama sekali tidak melibatkan keluarganya. Ia membentuk tim khusus penyusun buku ini. Pembuatannya dimulai sejak Januari hingga Mei 2021. “Saya dan keluarga senang sekali, karena penyusunan buku ini terus berlanjut sesuai keinginan mendiang bapak. Tim tetap bersemangat untuk meneruskan penyusunan buku ini hingga tuntas,” sebut pria yang akrab disapa Feb itu.
Feb mengakui, dirinya dan keluarga baru mengetahui secara detail isi buku tersebut. Menurut dia, buku tersebut merupakan ikhtiar almarhum untuk menyapa masa yang terus bergerak dengan segala dinamikanya. “Harapannya, buku yang memuat Jember dan seisinya itu mampu menggugah dan memperkuat kesadaran siapa pun yang membacanya. Memberi tahu bahwa masa terus berlalu, dan kita sebagai manusia semestinya tak boleh diam saja,” pungkasnya. (del/c2/rus)