Mobile_AP_Rectangle 1
BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Tindakan kekerasan kembali dialami oleh jurnalis di Indonesia. Kali ini giliran Nurhadi, jurnalis Tempo yang mengalami tindakan kekerasan dari aparat ketika sedang menjalankan tugas jurnalistik dari redaksinya. Nurhadi mendapat tindak kekerasan ketika sedang mencoba mewawancarai Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Sebelumnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus suap pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sontak, hal tersebut membuat puluhan jurnalis Bondowoso yang mengatasnamakan diri Persatuan Pewarta Bondowoso Bersatu (PPBB) melakukan aksi solidaritas di Alun-Alun RBA Ki Ronggo. Tepatnya di depan Monumen Gerbong Maut, kemarin. Mereka mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada jurnalis di Surabaya itu.
Mereka membawa berbagai poster yang berisi dukungan kepada Nurhadi, jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. Kemudian, berisi sindiran serta kritik kepada oknum yang telah melakukan tindak kekerasan. Selain itu, mereka juga terlihat membawa pigura yang bertuliskan “RIP Kebebasan Pers” sebagai tanda bahwa saat ini kebebasan pers mulai dihalang-halangi. Apalagi sepanjang 2021 sudah ada dua kasus kekerasan yang dialami jurnalis.
Mereka juga membawa bunga yang akhirnya diberikan kepada aparat kepolisian yang sedang bertugas mengamankan jalannya aksi. Hal itu sebagai tanda bahwa meskipun jurnalis di intimidasi dan mendapat perlakuan kasar, tetapi tidak akan melakukan kekerasan yang sama, biarlah hukum nantinya yang akan berbicara.
Para peserta aksi terlihat secara bergantian melakukan orasi. Menyampaikan aspirasi serta kecaman kepada oknum tersebut. Dalam aksinya, salah seorang orator mengatakan, pihaknya akan terus melakukan kerja-kerja jurnalistik dengan profesional, walaupun banyak jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. “Walaupun ada seribu kekerasan terhadap jurnalis, kami tidak akan pernah mundur. Kami tidak akan pernah takut,” ungkap Moh Bahri, salah seorang orator aksi dengan nada penuh semangat.
Sementara itu, koordinator lapangan (korlap) aksi, Risky Setiawan menyampaikan, aksi tersebut merupakan aksi solidaritas sesama rekan jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. Mereka mengecam dengan keras tindakan kekerasan tersebut, karena sudah jelas bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Terkait pemberian bunga kepada aparat, Risky menjelaskan, itu sebagai simbol yang menggambarkan bahwa biarlah jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan, pihaknya akan tetap memberikan yang terbaik kepada publik. “Berupa tulisan sebagai kontrol sosial kepada pemerintah dan penyambung lidah masyarakat. Serta tetap menjadi salah satu pilar dari demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Jurnalis: mg3
Fotografer: Muchammad Ainul Budi
Editor: Solikhul Huda
- Advertisement -
BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Tindakan kekerasan kembali dialami oleh jurnalis di Indonesia. Kali ini giliran Nurhadi, jurnalis Tempo yang mengalami tindakan kekerasan dari aparat ketika sedang menjalankan tugas jurnalistik dari redaksinya. Nurhadi mendapat tindak kekerasan ketika sedang mencoba mewawancarai Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Sebelumnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus suap pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sontak, hal tersebut membuat puluhan jurnalis Bondowoso yang mengatasnamakan diri Persatuan Pewarta Bondowoso Bersatu (PPBB) melakukan aksi solidaritas di Alun-Alun RBA Ki Ronggo. Tepatnya di depan Monumen Gerbong Maut, kemarin. Mereka mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada jurnalis di Surabaya itu.
Mereka membawa berbagai poster yang berisi dukungan kepada Nurhadi, jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. Kemudian, berisi sindiran serta kritik kepada oknum yang telah melakukan tindak kekerasan. Selain itu, mereka juga terlihat membawa pigura yang bertuliskan “RIP Kebebasan Pers” sebagai tanda bahwa saat ini kebebasan pers mulai dihalang-halangi. Apalagi sepanjang 2021 sudah ada dua kasus kekerasan yang dialami jurnalis.
Mereka juga membawa bunga yang akhirnya diberikan kepada aparat kepolisian yang sedang bertugas mengamankan jalannya aksi. Hal itu sebagai tanda bahwa meskipun jurnalis di intimidasi dan mendapat perlakuan kasar, tetapi tidak akan melakukan kekerasan yang sama, biarlah hukum nantinya yang akan berbicara.
Para peserta aksi terlihat secara bergantian melakukan orasi. Menyampaikan aspirasi serta kecaman kepada oknum tersebut. Dalam aksinya, salah seorang orator mengatakan, pihaknya akan terus melakukan kerja-kerja jurnalistik dengan profesional, walaupun banyak jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. “Walaupun ada seribu kekerasan terhadap jurnalis, kami tidak akan pernah mundur. Kami tidak akan pernah takut,” ungkap Moh Bahri, salah seorang orator aksi dengan nada penuh semangat.
Sementara itu, koordinator lapangan (korlap) aksi, Risky Setiawan menyampaikan, aksi tersebut merupakan aksi solidaritas sesama rekan jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. Mereka mengecam dengan keras tindakan kekerasan tersebut, karena sudah jelas bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Terkait pemberian bunga kepada aparat, Risky menjelaskan, itu sebagai simbol yang menggambarkan bahwa biarlah jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan, pihaknya akan tetap memberikan yang terbaik kepada publik. “Berupa tulisan sebagai kontrol sosial kepada pemerintah dan penyambung lidah masyarakat. Serta tetap menjadi salah satu pilar dari demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Jurnalis: mg3
Fotografer: Muchammad Ainul Budi
Editor: Solikhul Huda
BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Tindakan kekerasan kembali dialami oleh jurnalis di Indonesia. Kali ini giliran Nurhadi, jurnalis Tempo yang mengalami tindakan kekerasan dari aparat ketika sedang menjalankan tugas jurnalistik dari redaksinya. Nurhadi mendapat tindak kekerasan ketika sedang mencoba mewawancarai Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Sebelumnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus suap pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sontak, hal tersebut membuat puluhan jurnalis Bondowoso yang mengatasnamakan diri Persatuan Pewarta Bondowoso Bersatu (PPBB) melakukan aksi solidaritas di Alun-Alun RBA Ki Ronggo. Tepatnya di depan Monumen Gerbong Maut, kemarin. Mereka mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada jurnalis di Surabaya itu.
Mereka membawa berbagai poster yang berisi dukungan kepada Nurhadi, jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. Kemudian, berisi sindiran serta kritik kepada oknum yang telah melakukan tindak kekerasan. Selain itu, mereka juga terlihat membawa pigura yang bertuliskan “RIP Kebebasan Pers” sebagai tanda bahwa saat ini kebebasan pers mulai dihalang-halangi. Apalagi sepanjang 2021 sudah ada dua kasus kekerasan yang dialami jurnalis.
Mereka juga membawa bunga yang akhirnya diberikan kepada aparat kepolisian yang sedang bertugas mengamankan jalannya aksi. Hal itu sebagai tanda bahwa meskipun jurnalis di intimidasi dan mendapat perlakuan kasar, tetapi tidak akan melakukan kekerasan yang sama, biarlah hukum nantinya yang akan berbicara.
Para peserta aksi terlihat secara bergantian melakukan orasi. Menyampaikan aspirasi serta kecaman kepada oknum tersebut. Dalam aksinya, salah seorang orator mengatakan, pihaknya akan terus melakukan kerja-kerja jurnalistik dengan profesional, walaupun banyak jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. “Walaupun ada seribu kekerasan terhadap jurnalis, kami tidak akan pernah mundur. Kami tidak akan pernah takut,” ungkap Moh Bahri, salah seorang orator aksi dengan nada penuh semangat.
Sementara itu, koordinator lapangan (korlap) aksi, Risky Setiawan menyampaikan, aksi tersebut merupakan aksi solidaritas sesama rekan jurnalis yang mengalami tindak kekerasan. Mereka mengecam dengan keras tindakan kekerasan tersebut, karena sudah jelas bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Terkait pemberian bunga kepada aparat, Risky menjelaskan, itu sebagai simbol yang menggambarkan bahwa biarlah jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan, pihaknya akan tetap memberikan yang terbaik kepada publik. “Berupa tulisan sebagai kontrol sosial kepada pemerintah dan penyambung lidah masyarakat. Serta tetap menjadi salah satu pilar dari demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Jurnalis: mg3
Fotografer: Muchammad Ainul Budi
Editor: Solikhul Huda