BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Berbicara batu yang unik di Bondowoso, memang seakan tidak ada habisnya. Mengingat banyaknya situs yang tersebar di berbagai wilayah, mulai dari timur, selatan, utara, hingga barat. Salah satunya adalah situs batu menhir di Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin. Konon batu berukuran raksasa itu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memantau masa tanam.
Batu Labeng Bondowoso Akan Dikembangkan Menjadi Objek Wisata Terintegrasi
Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Ijen, batu itu memiliki tinggi 7,5 meter dan lebar 4,5 meter, serta terdiri dari dua tingkat. Bagian bawahnya langsung menyentuh tanah, kemudian di atasnya terdapat dua batu yang juga cukup besar. Menariknya, terdapat rongga atau lubang yang dibuat antara dua batu tersebut. Meskipun tanpa tiang penyangga, batu tersebut tetap kokoh berdiri. Lubang batu tersebutlah, membuat masyarakat setempat menamakan batu menhir itu, batu labeng dalam bahasa madura yang artinya batu pintu.
Lokasinya yang berada di atas puncak, membuat para pengunjung dapat menikmati pemandangan laut di sisi utara. Kemudian sisi lainnya adalah panorama pegunungan yang cukup eksotis. Untuk mencapai lokasi batu labeng. Perjalanan yang dibutuhkan dari pusat kota Bondowoso membutuhkan kurang lebih 20 hingga 30 menit saja.
Jalan yang harus dilalui juga mudah, karena hanya berjarak 300 meter dari jalan provinsi Bondowoso – Besuki. Namun, untuk pengendara roda empat harus memutar terlebih dahulu. Mengingat akses jalannya masih sempit, sementara untuk roda dua bisa langsung menuju ke lokasi.
Mohammad Bahrian, pengunjung asal Desa/Kecamatan Maesan, mengaku cukup menikmati dengan suasana alam yang tersedia. Dia mengaku mengetahui benda unik tersebut setelah melihat postingan di media sosial. “Unik ini, batu sebesar ini bagaimana cara nyusunnya coba,” katanya.
Sementara itu, Kabid Kebudayaan Disparbudpora Bondowoso, Gede Budiawan menyampaikan, berdasarkan keterangan yang didapatkan batu itu memang sudah ada sejak puluhan hingga ratusan tahun yang lalu. Biasanya masyarakat menggunakan batu itu sebagai penanda musim tanam. “Kalau sinar matahari masuk dari lubang ditengah dan sampai titik tertentu. Berarti itu menandakan musim tanam dimulai,” jelasnya.
Selain itu, ternyata tempat tersebut pada zaman dahulu digunakan untuk menenangkan diri. Biasanya masyarakat sekitar menyebutnya penyepen. Maklum saja, tempatnya yang berada di atas ketinggian ditambah suasana alam yang tenang, tentu membuat orang akan merasa betah. “Kalau orang dulu katanya, kalau ingin ketenangan ingin dekat dengan tuhannya, ya di tempat itu sudah,” pungkasnya.
Jurnalis: Ilham Wahyudi
Fotografer: Ilham Wahyudi
Editor: Dwi Siswanto