BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Bagi sebagian orang, urine atau air seni sapi akan dibuang begitu saja karena dianggap tak berguna. Tapi tidak bagi murid SMK Manbaul Ulum, Desa Tangsil Wetan, Kecamatan Wonosari, Bondowoso. Mereka menyulap urine sapi menjadi pupuk organik yang memiliki nilai ekonomi. Hasil dari penjualan pupuk itu digunakan untuk membayar SPP mereka.
Baca Juga :Â Merasa Dikibuli Poktan Soal Pupuk Subsidi, Petani Geruduk Kantor Desa
Siswa Jurusan Agribisnis, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (ATPH) sekolah tersebut memang berada di bawah naungan pondok pesantren. Tapi, hal itu tidak menjadi penghalang bagi para siswa untuk berkarya. Melainkan justru menjadi pemacu semangat, agar tidak kalah dengan siswa yang berasal dari sekolah lain.
Fitriyatul Hasanah adalah murid Kelas XI ATPH SMK Manbaul Ulum Tangsil Wetan yang mengkreasikan pembuatan pupuk organik tersebut. Dia menegaskan, produksi pupuk organik cair berbahan urine sapi itu bertujuan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Terlebih, pupuk ini dapat diaplikasikan untuk berbagai macam tanaman. Seperti padi, cabai, dan tanaman sayuran lainnya. “Manfaatnya untuk penggemukan,” katanya.
Pupuk tersebut, Fitri, sapaan akrabnya mengaku, mengandung mikoriza dan ada pula trichoderma. Bahan tersebut semacam cendawan untuk pakan mikroorganisme tanah. Hal itu nantinya bermanfaat untuk penggemukan tumbuhan.
Pengaplikasian pupuk organik cair ini terbilang cukup mudah. Hanya cukup dicampurkan dengan air, kemudian disemprotkan ke tanaman. Walaupun demikian, proses pembuatannya justru berbanding terbalik dengan pengaplikasiannya. Yakni dengan dicampurkan dengan bahan-bahan alami lainnya, kemudian difermentasi selama 21 hari. “Lebih lama lebih bagus, Pak,” ujarnya.
Fitri menjelaskan, pupuk tersebut juga memiliki manfaat lain. Bergantung pada bahan campuran yang digunakan. Misalnya dapat membunuh dan mengusir hama serta penggemburan tanah. Hal itu sudah teruji dan dibuktikan pada sayur yang gemuk dan segar.
Sementara itu, Kepala SMK Manbaul Ulum Tangsil Wetan Hairul Baqi mengatakan, pihak sekolah membantu pemasaran produk siswa ATPH melalui kerja sama dengan salah satu kios yang memang menjual produk organik. “Jadi, SOP yang kami gunakan adalah standar yang diinginkan oleh kios. Kios itu kan sudah punya pasar tetap,” jelasnya.
Sebagian hasil penjualan produk itu, menurut pria yang akrab disapa Baqi ini, dapat digunakan untuk membayar SPP siswa. Walaupun sebenarnya pemberi modal untuk produksi adalah lembaga. “Dipotong modal, kemudian hasil dibagi dua,” pungkasnya.
Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Hafid Asnan