30.2 C
Jember
Sunday, 4 June 2023

Difabel Tak Mudah Menyerah, Produksi Batik Tulis

Aura Itu Pancarkan Semangat Membara Lahir dengan anugerah khusus tak membuat Siti Rahmatillah patah arang. Semakin dewasa, dia ingin menggali potensinya. Kini, di rumahnya berbagai karya batik dihasilkan.

Mobile_AP_Rectangle 1

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Aura semangat terpancar pada wajah Rahma, nama panggilan Siti Rahmatillah. Di rumahnya, Desa Jetis, Kecamatan Curahdami, puluhan karya dihasilkan. Dukungan semua pihak menjadi motivasinya.

Rahma adalah pembatik asal Bondowoso yang dianugerahi tubuh khusus. Dia tak memiliki tangan yang sempurna. Bahkan, hanya satu kakinya yang sempurna. Walau begitu, Rahma sangat piawai menggunakan kaki kanannya. Hasilnya tak kalah dengan karya pembatik lain.

Menjadi difabel sejak lahir ternyata tidak menyurutkan niatnya untuk terus berkarya. Sejak usia SD, Rahma memang suka menggambar. Hanya, saat itu Rahma tidak sampai tamat SD. Saat akan naik ke kelas dua, ia memutuskan untuk berhenti. Walau tak lulus SD, Rahma sangat lancar membaca dan menulis.

Mobile_AP_Rectangle 2

Khusus kepiawaian mencanting, Rahma bisa menghasilkan gambar satu lembar kain full dalam sehari. Motif yang dicantig kebanyakan dibuat sendiri. Motif kesukaannya adalah daun singkong. “Karena daun singkong menjadi tema batik khas Bondowoso. Sebab, Bondowoso terkenal Kota Tape, dan tape berasal dari singkong,” terangnya.

Kepada Jawa Pos Radar Ijen, Rahma bercerita jika awal kemampuannya membatik karena diikutkan pelatihan membatik oleh Dinas Sosial (Dinsos). Pertama ikut pelatihan membatik di salah satu sentra batik di Desa Pucang Anom, Jambesari Darus Sholah, oleh Dinas Sosial (Dinsos). “Saat pelatihan pertama, saya sempat jatuh ketika dalam perjalan menuju ke tempat perajin batik tersebut,” ungkapnya. Namun, ia tidak lantas patah semangat.

Kini, perempuan delapan saudara ini mengaku sudah mulai terbiasa mencanting. Saat ini sudah banyak produksi batik yang dihasilkannya. Tentunya proses pembuatannya dilakukan secara teliti dan penuh kehati-hatian.

Ketika ditanya apakah ada pengamalan pahit lainnya, Rahma mengatakan, pernah terkena alat canting dan membuatnya terluka. Namun, dengan tekat yang kuat, akhirnya Rahma bisa menghasilkan karya yang luar biasa.

Sementara itu, Kusuma Noviandry, Kasi Pembinaan Keluarga, Kelembagaan Sosial, dan Partisipasi Masyarakat, pada Dinsos Bondowoso, mengatakan, Rahma pandai membuat sketsa. Karenanya, dia diikutkan pelatihan membatik. Sebagai bentuk kolaborasi, nantinya Dinsos akan melakukan sinkronisasi karya.

Ada masyarakat binaan Dinsos. Mereka nanti akan diberi tugas membuat sketsa. Berikutnya diteruskan Rahma untuk menjadi bentuk batik. “Harapannya banyak orang membeli dan pesan batik darinya, sehingga bisa meningkatkan ekonomi keluarga,” paparnya.

Jurnalis: Ilham Wahyudi
Fotografer: Ilham Wahyudi
Editor: Solikhul Huda

- Advertisement -

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Aura semangat terpancar pada wajah Rahma, nama panggilan Siti Rahmatillah. Di rumahnya, Desa Jetis, Kecamatan Curahdami, puluhan karya dihasilkan. Dukungan semua pihak menjadi motivasinya.

Rahma adalah pembatik asal Bondowoso yang dianugerahi tubuh khusus. Dia tak memiliki tangan yang sempurna. Bahkan, hanya satu kakinya yang sempurna. Walau begitu, Rahma sangat piawai menggunakan kaki kanannya. Hasilnya tak kalah dengan karya pembatik lain.

Menjadi difabel sejak lahir ternyata tidak menyurutkan niatnya untuk terus berkarya. Sejak usia SD, Rahma memang suka menggambar. Hanya, saat itu Rahma tidak sampai tamat SD. Saat akan naik ke kelas dua, ia memutuskan untuk berhenti. Walau tak lulus SD, Rahma sangat lancar membaca dan menulis.

Khusus kepiawaian mencanting, Rahma bisa menghasilkan gambar satu lembar kain full dalam sehari. Motif yang dicantig kebanyakan dibuat sendiri. Motif kesukaannya adalah daun singkong. “Karena daun singkong menjadi tema batik khas Bondowoso. Sebab, Bondowoso terkenal Kota Tape, dan tape berasal dari singkong,” terangnya.

Kepada Jawa Pos Radar Ijen, Rahma bercerita jika awal kemampuannya membatik karena diikutkan pelatihan membatik oleh Dinas Sosial (Dinsos). Pertama ikut pelatihan membatik di salah satu sentra batik di Desa Pucang Anom, Jambesari Darus Sholah, oleh Dinas Sosial (Dinsos). “Saat pelatihan pertama, saya sempat jatuh ketika dalam perjalan menuju ke tempat perajin batik tersebut,” ungkapnya. Namun, ia tidak lantas patah semangat.

Kini, perempuan delapan saudara ini mengaku sudah mulai terbiasa mencanting. Saat ini sudah banyak produksi batik yang dihasilkannya. Tentunya proses pembuatannya dilakukan secara teliti dan penuh kehati-hatian.

Ketika ditanya apakah ada pengamalan pahit lainnya, Rahma mengatakan, pernah terkena alat canting dan membuatnya terluka. Namun, dengan tekat yang kuat, akhirnya Rahma bisa menghasilkan karya yang luar biasa.

Sementara itu, Kusuma Noviandry, Kasi Pembinaan Keluarga, Kelembagaan Sosial, dan Partisipasi Masyarakat, pada Dinsos Bondowoso, mengatakan, Rahma pandai membuat sketsa. Karenanya, dia diikutkan pelatihan membatik. Sebagai bentuk kolaborasi, nantinya Dinsos akan melakukan sinkronisasi karya.

Ada masyarakat binaan Dinsos. Mereka nanti akan diberi tugas membuat sketsa. Berikutnya diteruskan Rahma untuk menjadi bentuk batik. “Harapannya banyak orang membeli dan pesan batik darinya, sehingga bisa meningkatkan ekonomi keluarga,” paparnya.

Jurnalis: Ilham Wahyudi
Fotografer: Ilham Wahyudi
Editor: Solikhul Huda

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Aura semangat terpancar pada wajah Rahma, nama panggilan Siti Rahmatillah. Di rumahnya, Desa Jetis, Kecamatan Curahdami, puluhan karya dihasilkan. Dukungan semua pihak menjadi motivasinya.

Rahma adalah pembatik asal Bondowoso yang dianugerahi tubuh khusus. Dia tak memiliki tangan yang sempurna. Bahkan, hanya satu kakinya yang sempurna. Walau begitu, Rahma sangat piawai menggunakan kaki kanannya. Hasilnya tak kalah dengan karya pembatik lain.

Menjadi difabel sejak lahir ternyata tidak menyurutkan niatnya untuk terus berkarya. Sejak usia SD, Rahma memang suka menggambar. Hanya, saat itu Rahma tidak sampai tamat SD. Saat akan naik ke kelas dua, ia memutuskan untuk berhenti. Walau tak lulus SD, Rahma sangat lancar membaca dan menulis.

Khusus kepiawaian mencanting, Rahma bisa menghasilkan gambar satu lembar kain full dalam sehari. Motif yang dicantig kebanyakan dibuat sendiri. Motif kesukaannya adalah daun singkong. “Karena daun singkong menjadi tema batik khas Bondowoso. Sebab, Bondowoso terkenal Kota Tape, dan tape berasal dari singkong,” terangnya.

Kepada Jawa Pos Radar Ijen, Rahma bercerita jika awal kemampuannya membatik karena diikutkan pelatihan membatik oleh Dinas Sosial (Dinsos). Pertama ikut pelatihan membatik di salah satu sentra batik di Desa Pucang Anom, Jambesari Darus Sholah, oleh Dinas Sosial (Dinsos). “Saat pelatihan pertama, saya sempat jatuh ketika dalam perjalan menuju ke tempat perajin batik tersebut,” ungkapnya. Namun, ia tidak lantas patah semangat.

Kini, perempuan delapan saudara ini mengaku sudah mulai terbiasa mencanting. Saat ini sudah banyak produksi batik yang dihasilkannya. Tentunya proses pembuatannya dilakukan secara teliti dan penuh kehati-hatian.

Ketika ditanya apakah ada pengamalan pahit lainnya, Rahma mengatakan, pernah terkena alat canting dan membuatnya terluka. Namun, dengan tekat yang kuat, akhirnya Rahma bisa menghasilkan karya yang luar biasa.

Sementara itu, Kusuma Noviandry, Kasi Pembinaan Keluarga, Kelembagaan Sosial, dan Partisipasi Masyarakat, pada Dinsos Bondowoso, mengatakan, Rahma pandai membuat sketsa. Karenanya, dia diikutkan pelatihan membatik. Sebagai bentuk kolaborasi, nantinya Dinsos akan melakukan sinkronisasi karya.

Ada masyarakat binaan Dinsos. Mereka nanti akan diberi tugas membuat sketsa. Berikutnya diteruskan Rahma untuk menjadi bentuk batik. “Harapannya banyak orang membeli dan pesan batik darinya, sehingga bisa meningkatkan ekonomi keluarga,” paparnya.

Jurnalis: Ilham Wahyudi
Fotografer: Ilham Wahyudi
Editor: Solikhul Huda

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca