29.4 C
Jember
Wednesday, 22 March 2023

Pandemi, 10 Persen Siswa SMA Putus Sekolah

Mobile_AP_Rectangle 1

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Sejak adanya pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar di sekolah menengah atas (SMA) lebih banyak dilakukan secara daring. Pembelajaran yang tidak menerapkan tatap muka secara langsung tersebut ternyata memiliki dampak negatif. Termasuk angka putus sekolah yang meningkat dari biasanya.

Sugiono Eksantoso, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Jawa Timur wilayah Bondowoso dan Situbondo, menyampaikan, di tengah pandemi ini, angka putus sekolah siswa SMA dan SMK di Bondowoso mengalami peningkatan drastis. “Dampak daring ini memang ada pengaruh yang signifikan,” ungkap Sugiono.

Disebutkan, temuannya terdapat sejumlah siswa yang sudah masuk dalam jangka tiga bulan sudah ada yang keluar atau drop out. Ternyata setelah ditelusuri, siswa tersebut menikah atau dinikahkan.

Mobile_AP_Rectangle 2

Selain itu, ada juga siswa yang lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren. Sebab, pesantren dinilai pendidikannya tidak pernah libur serta pembelajarannya tetap menggunakan pembelajaran tatap muka langsung.

Berdasarkan penelusuran Kadisdik, ada banyak orang tua yang berpikir anaknya tidak sekolah, lebih baik dinikahkan saja. Hal ini, menurutnya, banyak terjadi di sekolah yang berada di wilayah pinggiran. “Pertimbangannya apa, wong sekolah juga tidak sekolah begitu,” ujarnya.

Jumlah peningkatan angka putus sekolah itu menjadi tanggung jawab bersama. Jumlahnya pun harus ditekan agar hal ini tidak terjadi secara berkelanjutan. Sehingga bisa menimbulkan dampak positif ke depannya. “Sehingga indeks pembangunan manusia di Bondowoso bisa meningkat tidak di level 6 lagi. Bisa 7 seperti rata-rata IPM di Jawa Timur,” tandasnya.

Jurnalis: mg3
Fotografer: mg3
Editor: Solikhul Huda

- Advertisement -

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Sejak adanya pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar di sekolah menengah atas (SMA) lebih banyak dilakukan secara daring. Pembelajaran yang tidak menerapkan tatap muka secara langsung tersebut ternyata memiliki dampak negatif. Termasuk angka putus sekolah yang meningkat dari biasanya.

Sugiono Eksantoso, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Jawa Timur wilayah Bondowoso dan Situbondo, menyampaikan, di tengah pandemi ini, angka putus sekolah siswa SMA dan SMK di Bondowoso mengalami peningkatan drastis. “Dampak daring ini memang ada pengaruh yang signifikan,” ungkap Sugiono.

Disebutkan, temuannya terdapat sejumlah siswa yang sudah masuk dalam jangka tiga bulan sudah ada yang keluar atau drop out. Ternyata setelah ditelusuri, siswa tersebut menikah atau dinikahkan.

Selain itu, ada juga siswa yang lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren. Sebab, pesantren dinilai pendidikannya tidak pernah libur serta pembelajarannya tetap menggunakan pembelajaran tatap muka langsung.

Berdasarkan penelusuran Kadisdik, ada banyak orang tua yang berpikir anaknya tidak sekolah, lebih baik dinikahkan saja. Hal ini, menurutnya, banyak terjadi di sekolah yang berada di wilayah pinggiran. “Pertimbangannya apa, wong sekolah juga tidak sekolah begitu,” ujarnya.

Jumlah peningkatan angka putus sekolah itu menjadi tanggung jawab bersama. Jumlahnya pun harus ditekan agar hal ini tidak terjadi secara berkelanjutan. Sehingga bisa menimbulkan dampak positif ke depannya. “Sehingga indeks pembangunan manusia di Bondowoso bisa meningkat tidak di level 6 lagi. Bisa 7 seperti rata-rata IPM di Jawa Timur,” tandasnya.

Jurnalis: mg3
Fotografer: mg3
Editor: Solikhul Huda

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Sejak adanya pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar di sekolah menengah atas (SMA) lebih banyak dilakukan secara daring. Pembelajaran yang tidak menerapkan tatap muka secara langsung tersebut ternyata memiliki dampak negatif. Termasuk angka putus sekolah yang meningkat dari biasanya.

Sugiono Eksantoso, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Jawa Timur wilayah Bondowoso dan Situbondo, menyampaikan, di tengah pandemi ini, angka putus sekolah siswa SMA dan SMK di Bondowoso mengalami peningkatan drastis. “Dampak daring ini memang ada pengaruh yang signifikan,” ungkap Sugiono.

Disebutkan, temuannya terdapat sejumlah siswa yang sudah masuk dalam jangka tiga bulan sudah ada yang keluar atau drop out. Ternyata setelah ditelusuri, siswa tersebut menikah atau dinikahkan.

Selain itu, ada juga siswa yang lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren. Sebab, pesantren dinilai pendidikannya tidak pernah libur serta pembelajarannya tetap menggunakan pembelajaran tatap muka langsung.

Berdasarkan penelusuran Kadisdik, ada banyak orang tua yang berpikir anaknya tidak sekolah, lebih baik dinikahkan saja. Hal ini, menurutnya, banyak terjadi di sekolah yang berada di wilayah pinggiran. “Pertimbangannya apa, wong sekolah juga tidak sekolah begitu,” ujarnya.

Jumlah peningkatan angka putus sekolah itu menjadi tanggung jawab bersama. Jumlahnya pun harus ditekan agar hal ini tidak terjadi secara berkelanjutan. Sehingga bisa menimbulkan dampak positif ke depannya. “Sehingga indeks pembangunan manusia di Bondowoso bisa meningkat tidak di level 6 lagi. Bisa 7 seperti rata-rata IPM di Jawa Timur,” tandasnya.

Jurnalis: mg3
Fotografer: mg3
Editor: Solikhul Huda

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca