KADEMANGAN, Radar Ijen – Pemkab Bondowoso hingga saat ini memilih untuk tidak mengeluarkan SK bagi tenaga honorer. Sikap tersebut diambil karena ada landasan yang menjadi acuannya, yaitu larangan pengangkatan tenaga honorer.
BACA JUGA : Penerapan Penghapusan Tenaga Honorer 2023, Ribuan Non-ASN Dibuat Galau
Kabid Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi Ketenagakerjaan pada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Bondowoso Mohamad Iwan Wahyudi mengatakan, hal itu sesuai dengan UU Nomor 48 Tahun 2005 tentang Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer yang juga berlaku mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati di seluruh Indonesia. Selain itu juga berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 2005 Pasal 8, semua pejabat pembina kepegawaian dan pejabat yang lain di lingkungan instansi dilarang mengangkat tenaga honorer yang sejenis kecuali ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP).
Keberadaan tenaga honorer di tingkat daerah memang menjadi inisiatif daerah, karena kebutuhan. Menurutnya, jika bupati berani memberikan SK kepada tenaga honorer, maka itu menjadi kesalahan. Meski tenaga honorer menjadi kebutuhan, tetap saja bupati tidak boleh mengeluarkan SK. “Karena, namanya pemerintahan itu mengikuti regulasi. Kalau melanggar, malah kami jadi pidana. Minimal Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kami nanti,” katanya.
Sementara itu, untuk pertumbuhan jumlah aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai PNS, masih negatif. Artinya, antara jumlah ASN yang pensiun dengan yang baru tidak sebanding. “Setiap tahun setidaknya ada 500 PNS yang pensiun, sedangkan PNS yang baru jumlahnya hanya sekitar 300 pegawai,” imbuhnya. Pendataan tenaga honorer di Pemkab Bondowoso juga terus dilakukan.
Sebelumnya, Ketua Komisi 1 DPRD Bondowoso Tohari sempat menyayangkan Pemkab Bondowoso tidak memiliki data tenaga honorer. Data itu dirasa penting. Sebab, pada 2023 ada peraturan baru dari pemerintah pusat untuk menghapus tenaga honorer. Bahkan, Tohari juga mengusulkan agar tenaga honorer guru diberikan SK. Sebab, bila penghapusan tenaga honorer dilakukan, maka akan terjadi kekurangan tenaga kerja honorer, khususnya guru. Terlebih lagi, guru honorer keberadaannya penting, sebagai penyokong keberlangsungan proses belajar mengajar di sekolah. (mg/c2)