Mobile_AP_Rectangle 1
Berkaitan dengan itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Kampus Bondowoso, Dr Fathorrozi, berpendapat, aktivitas penggusuran selalu memperhitungkan risiko dan dampak. Seperti mengotori jalan, bahkan mengganggu arus lalu lintas. Namun, ketika hal yang sudah menjadi mata pencarian masyarakat itu hilang, maka harus disertai solusi. “Ketika sudah menjadi sumber penghasilan utama warga setempat, pemerintah terkait harus memikirkan relokasinya,” katanya.
Dia mencontohkan PKL yang ditertibkan di luar kota, seperti di area Tugu Monas Jakarta. Setelah dilakukan penertiban atau penggusuran, mereka diberi lokasi khusus untuk melanjutkan mata pencariannya di tempat lain. “PKL diberi lapak di pujasera untuk melanjutkan usahanya, sehingga pendapatan mereka tidak mati. Begini harus dipikirkan oleh pemangku kebijakan,” terangnya.
Menurutnya, setiap relokasi pedagang juga memerlukan masa transisi. Bisa jadi pendapatan di tempat baru semakin berkurang. Oleh sebab itu, harus ada alternatif lain selama masa penempatan baru. “Harusnya ada bantuan pula kepada PKL yang telah dilakukan relokasi. Seperti bantuan sementara yang pernah dilakukan oleh Pemkot Surabaya ketika menutup Dolly,” pungkasnya. (mun/c2/dwi)
Mobile_AP_Rectangle 2
- Advertisement -
Berkaitan dengan itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Kampus Bondowoso, Dr Fathorrozi, berpendapat, aktivitas penggusuran selalu memperhitungkan risiko dan dampak. Seperti mengotori jalan, bahkan mengganggu arus lalu lintas. Namun, ketika hal yang sudah menjadi mata pencarian masyarakat itu hilang, maka harus disertai solusi. “Ketika sudah menjadi sumber penghasilan utama warga setempat, pemerintah terkait harus memikirkan relokasinya,” katanya.
Dia mencontohkan PKL yang ditertibkan di luar kota, seperti di area Tugu Monas Jakarta. Setelah dilakukan penertiban atau penggusuran, mereka diberi lokasi khusus untuk melanjutkan mata pencariannya di tempat lain. “PKL diberi lapak di pujasera untuk melanjutkan usahanya, sehingga pendapatan mereka tidak mati. Begini harus dipikirkan oleh pemangku kebijakan,” terangnya.
Menurutnya, setiap relokasi pedagang juga memerlukan masa transisi. Bisa jadi pendapatan di tempat baru semakin berkurang. Oleh sebab itu, harus ada alternatif lain selama masa penempatan baru. “Harusnya ada bantuan pula kepada PKL yang telah dilakukan relokasi. Seperti bantuan sementara yang pernah dilakukan oleh Pemkot Surabaya ketika menutup Dolly,” pungkasnya. (mun/c2/dwi)
Berkaitan dengan itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Kampus Bondowoso, Dr Fathorrozi, berpendapat, aktivitas penggusuran selalu memperhitungkan risiko dan dampak. Seperti mengotori jalan, bahkan mengganggu arus lalu lintas. Namun, ketika hal yang sudah menjadi mata pencarian masyarakat itu hilang, maka harus disertai solusi. “Ketika sudah menjadi sumber penghasilan utama warga setempat, pemerintah terkait harus memikirkan relokasinya,” katanya.
Dia mencontohkan PKL yang ditertibkan di luar kota, seperti di area Tugu Monas Jakarta. Setelah dilakukan penertiban atau penggusuran, mereka diberi lokasi khusus untuk melanjutkan mata pencariannya di tempat lain. “PKL diberi lapak di pujasera untuk melanjutkan usahanya, sehingga pendapatan mereka tidak mati. Begini harus dipikirkan oleh pemangku kebijakan,” terangnya.
Menurutnya, setiap relokasi pedagang juga memerlukan masa transisi. Bisa jadi pendapatan di tempat baru semakin berkurang. Oleh sebab itu, harus ada alternatif lain selama masa penempatan baru. “Harusnya ada bantuan pula kepada PKL yang telah dilakukan relokasi. Seperti bantuan sementara yang pernah dilakukan oleh Pemkot Surabaya ketika menutup Dolly,” pungkasnya. (mun/c2/dwi)