BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Sejumlah kelompok tani porang di Bondowoso sudah mencairkan dana kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank BNI Cabang Bondowoso. Mirisnya, sejumlah pihak menilai pencairan tersebut amburadul. Hal tersebut membuat Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memanggil sejumlah pihak, kemarin.
Ketua Komisi II DPRD Bondowoso Andi Hermanto menilai, pencairan KUR porang amburadul dan terdapat kejanggalan. Terlebih, saat pihaknya meminta penjelasan kepada semua pihak, sejumlah temuan terdeteksi. “Kami menemukan banyak kejanggalan setelah meminta keterangan dari semua pihak yang kami undang,” ungkap Andi.
Hal itu dia paparkan kepada sejumlah awak media seusai pertemuan dengan Dinas Pertanian dan BNI 46 Cabang Bondowoso. Pada dasarnya, DPRD memang tidak berhak ikut campur dalam proses pencairan yang dilakukan oleh pihak BNI. Sebab, BNI merupakan perusahaan BUMN yang tidak ada kaitannya dengan penyerapan APBD. Walaupun demikian, klarifikasi yang dilakukan oleh DPRD itu, menurutnya, bertujuan untuk melindungi masyarakat Bondowoso soal kredit yang sudah dicairkan.
Menurut Andi, hasil klarifikasi kepada pihak Dinas Pertanian, pihak Dinas Pertanian baru tahu dari media bahwa sudah terjadi proses pencairan kepada 117 orang dari 5 kelompok. Setelah itu, pihak Dinas Pertanian mengelar focus group discussion (FGD) yang dihadiri oleh beberapa pihak. “Klarifikasi yang disampaikan oleh pihak Dinas Pertanian, sampai saat ini tidak ada MOU dari semua pihak. Sementara, proses pencairan sudah dilakukan,” ujarnya.
Andi mempertanyakan kapasitas penunjukan dan hasil analisis biaya yang dilakukan oleh pihak BNI, sehingga bisa mencairkan kredit tanpa terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Pertanian. Menurut Andi, kapasitas BNI hanyalah sebatas penyalur kredit. “Seharusnya dari awal pihak BNI melibatkan Dinas Pertanian. Sebab, Dinas Pertanian yang dipercaya oleh pemerintah untuk menangani seluruh kebutuhan pertanian,” ungkapnya.
Andi menganggap tak etis ketika BNI melakukan penunjukan langsung supplier penyedia bibit. Apalagi, tidak ada MOU yang dibuat dari pihak supplier bibit maupun off taker yang pada nantinya menjamin mau menerima hasil budi daya porang petani Bondowoso. Apalagi, 75 persen dari total kredit yang diterima digunakan sebagai pengadaan bibit. “Jangan sampai ini hanya bisnis bibit. Sebab, porsi terbesar dari 45 juta nilai kredit yang diterima, 75 persen digunakan untuk beli bibit,” jelas Politisi PDI Perjuangan itu.
Sudah Dicairkan Rp 5,7 Miliar
Tak sedikit dana pinjaman untuk pertanian porang di Bondowoso yang digelontorkan. Nilainya cukup fantastis. Diketahui sudah tembus angka Rp 5,7 miliar. Pencairan itu dinilai sudah sesuai dengan analisis risiko.
Manajer Cabang BNI Bondowoso Lucky Perdana Yudistira menjelaskan, pihaknya sudah mencairkan 5,7 miliar dari semua pengajuan kredit yang sudah diterima.
Lucky beranggapan, proses pencairan yang dilakukan oleh BNI sudah sesuai dengan analisis risiko kredit. “Off taker yang ditunjuk oleh Pihak BNI merupakan off taker yang sudah mengantongi sertifikat,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Bondowoso Andi Hermanto menuding, pihak BNI mengekang petani pada proses pencairannya. Seperti melakukan pemblokiran setelah pihak BNI melakukan proses pencairan awal untuk kebutuhan pengelolaan lahan.
Petani harus kembali meminta rekomendasi pihak BNI ketika ingin melakukan proses pencairan lanjutan. “Proses pencairannya amburadul. Pihak BNI mengekang petani sesuai dengan kehendak BNI. Misalnya, sekarang dicairkan Rp 8 juta untuk biaya garap, setelah itu BNI melakukan blokir. Petani harus kembali mengajukan untuk melakukan proses pencairan lanjutan,” jelasnya.
Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Hafid Asnan