22.5 C
Jember
Saturday, 3 June 2023

Potensi Megalitikum Bondowoso, Ada 1400 Batu Cagar Budaya

Diteliti sejak 1898

Mobile_AP_Rectangle 1

KAUMAN, Radar Ijen – Bondowoso tidak kaya akan sumber daya alam, wisata, ataupun oleh-oleh khasnya berupa tape. Ada lagi yang membuat Bondowoso dikenal memiliki peradaban tua. Yaitu banyaknya peninggalan cagar budaya berupa batu megalitikum.

Baca Juga : Bahasa Indonesia Miliki Peluang Jadi Bahasa Internasional

Bahkan, batu megalitikum di Bondowoso ini telah lama diteliti. Setidaknya dimulai pada tahun 1898 yang dilakukan H. R Steimetz. “Peneliti pertama tentang cagar budaya batu megalitikum di Bondowoso adalah H. R Steimetz. Namun, saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui hal tersebut. Akibat ketidaktahuan itu, cagar budaya dengan nilai sejarah tinggi ini dikira sebagai benda bisa saja,” papar pejabat fungsional Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora), Hery Kusdaryanto.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dirinya menganggap Bondowoso sangat unik. Pasalnya, banyak sekali peninggalan zaman megalitikum. “Hampir di semua kecamatan di Bondowoso itu ada (peninggalan, Red) megalitikumnya,” terangnya.

Pria yang juga sebagai pamong budaya ahli muda subkoordinator sejarah dan cagar budaya itu menyebut, sering sekali pihak dari kalangan akademik maupun instansi melakukan penelitian tentang cagar budaya di Bondowoso. Hery menuturkan, temuan cagar budaya terakhir tepat berada di Desa Kauman, Kecamatan Grujugan. Menurutnya, cagar budaya tersebut ditemukan saat ada pelebaran jalan. Pihaknya menyampaikan, di desa tersebut sangat banyak ditemukan benda cagar budaya. “Daerah Pekauman, Kecamatan Grujugan, merupakan cagar budaya tingkat provinsi,” tegasnya kepada Jawa Pos Radar Ijen.

Pada sisi lain, tak jarang dirinya juga menemukan kondisi cagar budaya yang telah rusak. Salah satunya sarkofagus. “Rusaknya itu terdapat lubang. Memang dulu ada pencuri yang ingin mengambil benda di dalam sarkofagus,” paparnya.

Dia menjelaskan, orang dulu itu bila telah tiada juga membawa bekal sewaktu hidup. “Seperti senjata, alat-alat yang sering dipakai, hingga perhiasan,” paparnya. Oleh karena hal tersebut, sampai saat ini cagar budaya diadakan penjagaan secara ketat.

Hery menyampaikan, setiap cagar budaya yang ada di Bondowoso ada penjaganya. Dirinya menyebutnya sebagai juru pelihara (jupel). Penjagaan tersebut dilakukan agar warisan nenek moyang itu tetap terawat hingga saat ini.

Hery menuturkan, ada sekitar 1400 batu megalitikum yang saat ini dipelihara dan dilakukan perawatan secara terus-menerus. Sementara, ada 46 orang yang dijadikan juru pelihara untuk melakukan perawatan, baik itu status aparatur sipil negara (ASN) maupun honorer.

Dirinya akan tetap menjaga dan mengontrol kondisi cagar budaya melalui laporan yang diberikan juru pelihara dalam setiap bulannya. “Termasuk dalam memindahkan batu, tidak boleh sembarangan, karena ada peraturannya,” pungkasnya. (mg5/c2/dwi)

- Advertisement -

KAUMAN, Radar Ijen – Bondowoso tidak kaya akan sumber daya alam, wisata, ataupun oleh-oleh khasnya berupa tape. Ada lagi yang membuat Bondowoso dikenal memiliki peradaban tua. Yaitu banyaknya peninggalan cagar budaya berupa batu megalitikum.

Baca Juga : Bahasa Indonesia Miliki Peluang Jadi Bahasa Internasional

Bahkan, batu megalitikum di Bondowoso ini telah lama diteliti. Setidaknya dimulai pada tahun 1898 yang dilakukan H. R Steimetz. “Peneliti pertama tentang cagar budaya batu megalitikum di Bondowoso adalah H. R Steimetz. Namun, saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui hal tersebut. Akibat ketidaktahuan itu, cagar budaya dengan nilai sejarah tinggi ini dikira sebagai benda bisa saja,” papar pejabat fungsional Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora), Hery Kusdaryanto.

Dirinya menganggap Bondowoso sangat unik. Pasalnya, banyak sekali peninggalan zaman megalitikum. “Hampir di semua kecamatan di Bondowoso itu ada (peninggalan, Red) megalitikumnya,” terangnya.

Pria yang juga sebagai pamong budaya ahli muda subkoordinator sejarah dan cagar budaya itu menyebut, sering sekali pihak dari kalangan akademik maupun instansi melakukan penelitian tentang cagar budaya di Bondowoso. Hery menuturkan, temuan cagar budaya terakhir tepat berada di Desa Kauman, Kecamatan Grujugan. Menurutnya, cagar budaya tersebut ditemukan saat ada pelebaran jalan. Pihaknya menyampaikan, di desa tersebut sangat banyak ditemukan benda cagar budaya. “Daerah Pekauman, Kecamatan Grujugan, merupakan cagar budaya tingkat provinsi,” tegasnya kepada Jawa Pos Radar Ijen.

Pada sisi lain, tak jarang dirinya juga menemukan kondisi cagar budaya yang telah rusak. Salah satunya sarkofagus. “Rusaknya itu terdapat lubang. Memang dulu ada pencuri yang ingin mengambil benda di dalam sarkofagus,” paparnya.

Dia menjelaskan, orang dulu itu bila telah tiada juga membawa bekal sewaktu hidup. “Seperti senjata, alat-alat yang sering dipakai, hingga perhiasan,” paparnya. Oleh karena hal tersebut, sampai saat ini cagar budaya diadakan penjagaan secara ketat.

Hery menyampaikan, setiap cagar budaya yang ada di Bondowoso ada penjaganya. Dirinya menyebutnya sebagai juru pelihara (jupel). Penjagaan tersebut dilakukan agar warisan nenek moyang itu tetap terawat hingga saat ini.

Hery menuturkan, ada sekitar 1400 batu megalitikum yang saat ini dipelihara dan dilakukan perawatan secara terus-menerus. Sementara, ada 46 orang yang dijadikan juru pelihara untuk melakukan perawatan, baik itu status aparatur sipil negara (ASN) maupun honorer.

Dirinya akan tetap menjaga dan mengontrol kondisi cagar budaya melalui laporan yang diberikan juru pelihara dalam setiap bulannya. “Termasuk dalam memindahkan batu, tidak boleh sembarangan, karena ada peraturannya,” pungkasnya. (mg5/c2/dwi)

KAUMAN, Radar Ijen – Bondowoso tidak kaya akan sumber daya alam, wisata, ataupun oleh-oleh khasnya berupa tape. Ada lagi yang membuat Bondowoso dikenal memiliki peradaban tua. Yaitu banyaknya peninggalan cagar budaya berupa batu megalitikum.

Baca Juga : Bahasa Indonesia Miliki Peluang Jadi Bahasa Internasional

Bahkan, batu megalitikum di Bondowoso ini telah lama diteliti. Setidaknya dimulai pada tahun 1898 yang dilakukan H. R Steimetz. “Peneliti pertama tentang cagar budaya batu megalitikum di Bondowoso adalah H. R Steimetz. Namun, saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui hal tersebut. Akibat ketidaktahuan itu, cagar budaya dengan nilai sejarah tinggi ini dikira sebagai benda bisa saja,” papar pejabat fungsional Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora), Hery Kusdaryanto.

Dirinya menganggap Bondowoso sangat unik. Pasalnya, banyak sekali peninggalan zaman megalitikum. “Hampir di semua kecamatan di Bondowoso itu ada (peninggalan, Red) megalitikumnya,” terangnya.

Pria yang juga sebagai pamong budaya ahli muda subkoordinator sejarah dan cagar budaya itu menyebut, sering sekali pihak dari kalangan akademik maupun instansi melakukan penelitian tentang cagar budaya di Bondowoso. Hery menuturkan, temuan cagar budaya terakhir tepat berada di Desa Kauman, Kecamatan Grujugan. Menurutnya, cagar budaya tersebut ditemukan saat ada pelebaran jalan. Pihaknya menyampaikan, di desa tersebut sangat banyak ditemukan benda cagar budaya. “Daerah Pekauman, Kecamatan Grujugan, merupakan cagar budaya tingkat provinsi,” tegasnya kepada Jawa Pos Radar Ijen.

Pada sisi lain, tak jarang dirinya juga menemukan kondisi cagar budaya yang telah rusak. Salah satunya sarkofagus. “Rusaknya itu terdapat lubang. Memang dulu ada pencuri yang ingin mengambil benda di dalam sarkofagus,” paparnya.

Dia menjelaskan, orang dulu itu bila telah tiada juga membawa bekal sewaktu hidup. “Seperti senjata, alat-alat yang sering dipakai, hingga perhiasan,” paparnya. Oleh karena hal tersebut, sampai saat ini cagar budaya diadakan penjagaan secara ketat.

Hery menyampaikan, setiap cagar budaya yang ada di Bondowoso ada penjaganya. Dirinya menyebutnya sebagai juru pelihara (jupel). Penjagaan tersebut dilakukan agar warisan nenek moyang itu tetap terawat hingga saat ini.

Hery menuturkan, ada sekitar 1400 batu megalitikum yang saat ini dipelihara dan dilakukan perawatan secara terus-menerus. Sementara, ada 46 orang yang dijadikan juru pelihara untuk melakukan perawatan, baik itu status aparatur sipil negara (ASN) maupun honorer.

Dirinya akan tetap menjaga dan mengontrol kondisi cagar budaya melalui laporan yang diberikan juru pelihara dalam setiap bulannya. “Termasuk dalam memindahkan batu, tidak boleh sembarangan, karena ada peraturannya,” pungkasnya. (mg5/c2/dwi)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca