BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Kecintaannya terhadap cerita sejarah, budaya, dan tradisi leluhur membuat Tantri Raras Ayuningtyas mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk Bondowoso. Perempuan berusia 35 tahun yang kini menjadi tim ahli budaya pada Pengurus Harian Ijen Geopark (PHIG) Bondowoso ini seakan tak ingin melewatkan kisah sejarah dan tradisi yang belum tergali di beberapa wilayah Kota Tape ini. Tak jarang dirinya turun langsung bersama tim Kebudayaan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) ketika mereka menemukan beberapa temuan benda diduga prasejarah. Mulai dari benda megalitikum, peninggalan kerajaan, ataupun tradisi yang masih dilestarikan oleh warga desa.
Dengan kekagumannya, perempuan yang sudah memiliki tiga buah hati ini terus menelisik cerita panjang peradaban Bondowoso. Sejumlah jurnal pun sudah dia tulis. Sebagai tim ahli budaya Ijen Geopark, Tantri juga turun langsung ke sejumlah sekolah untuk lebih mengenalkan budaya asli Bondowoso kepada siswa.
Agar tertarik, Tantri mengemas materinya dengan sedemikian kreatif. Salah satunya, dia membuat buku dongeng yang berjudul Asal-usul Bondowoso, Seri Dongeng Anak Indonesia. “Sebenarnya cerita bergambar ini adalah media pembelajaran yang bisa digunakan di tingkat PAUD maupun sekolah dasar,” ungkap istri dari Febri Kurniawan ini.
Buku dongeng berwarna itu cukup menarik perhatian. Dikemas dengan gambar-gambar tangan. Mirip kartun bergambar. Kisah sejarah asal mula nama Bondowoso dan kiprah Raden Bagus Asra atau Ronggo 1 disajikan secara ringkas.
Tantri sendiri yang menulis naskah dongeng tersebut dibantu Enggar Cahya untuk editing dan Abdun Najib di bagian ilustrasi. “Buku dongeng ini sebagai pengenalan sejarah lokal Bondowoso. Karena seringnya kita banyak mempelajari atau mengenal sejarah kota lain, tetapi asing di kota sendiri.” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Ijen.
Menurut Tantri, buku dongeng itu bukan menjadi cetakan yang perdana. Melainkan sudah lebih dari satu cetakan. “Buku ini adalah cetakan yang keempat sejak pertama kali saya terbitkan, tahun 2013 dulu. Tentunya juga terkait dengan sejarah kota Bondowoso yang masih banyak belum diketahui masyarakat,” lanjutnya.
Ditanya mengenai kendala selama proses pembuatan dongeng berseri itu, Tantri mengaku dirinya tak menemui kendala yang berarti. Terlebih, dia menulis dengan rasa bangga bisa memberikan karya untuk Bondowoso. “Kalau kendala, alhamdulillah tidak ada kendala berarti, karena buku ini juga menjadi rujukan guru dan siswa di Bondowoso saat mengenal kotanya sendiri,” pungkasnya. (c2/lin)