DABASAH, Radar Ijen – Tanggal 21 Februari biasa diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Dalam rangka menyambut peringatan tersebut, Pemerintah Kabupaten Bondowoso meluncurkan program pengelolaan sampah terpadu, Sampah Permukiman Bersih Sehat (Sapu Berse), kemarin (14/2) pagi. Sebanyak tujuh kecamatan di wilayah Bondowoso dicanangkan sebagai pilot project, sebelum nantinya diterapkan untuk seluruh kelurahan dan desa.
Bupati Bondowoso Salwa Arifin menyampaikan, peringatan HPSN mengambil tema Kelola Sampah, Kurangi Emisi, Bangun Proklim (Program Kampung Iklim). Tema tersebut dinilai selaras dengan program Pemkab Bondowoso, yakni Sapu Berse, dalam memotivasi dan membangun kepedulian masyarakat untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah. “Sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan sehat, serta masyarakat yang sehat dan berkualitas,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bondowoso Agung Aris Sungkowo menuturkan, penyumbang sampah terbanyak di Bondowoso berasal dari pemukiman warga. Hal itu menjadi salah satu alasan diresmikannya Program Sapu Berse. Salah satu kegiatan di dalamnya adalah memberikan pelatihan kepada relawan pengangkut sampah ke tempat pembuangan sampah (TPS), terkait pemilahan sampah yang dihasilkan oleh permukiman. “Jadi, mereka tidak membuang sampah sia-sia. Ketika sampah itu punya nilai ekonomis, bisa dimanfaatkan untuk dijual,” ujarnya.
Sebagai langkah awal, Agung menjadikan tujuh kelurahan di Bondowoso, yang terdiri atas Kelurahan Dabasah, Kelurahan Tamansari, Kelurahan Badean, Kelurahan Kota Kulon, Kelurahan Blindungan, Kelurahan Kademangan, dan Kelurahan Nangkaan, sebagai percontohan bagi kelurahan lain nantinya. “Sedangkan untuk desa, nanti kami akan menggandeng kepala desa. Karena masih banyak desa yang belum memiliki TPS,” imbuhnya.
Tujuh kecamatan tersebut semuanya masih berada di wilayah Kecamatan Bondowoso. Agung juga menuturkan, sampah memang terbanyak dikeluarkan di wilayah kota, mengingat banyaknya perumahan. Sementara, jenis sampah terbanyak adalah sampah organik. Mengalahkan sampah plastik yang hampir 40 persen dari sampah yang dihasilkan setiap hari. Sedangkan sampah organik hampir mencapai 60 persen, dari 60 ton sampah yang dihasilkan setiap hari. “Sampah terbanyak nomor satu rumah tangga, nomor dua pasar,” bebernya.
Tujuan dari program itu adalah untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) dengan cara memilah dan memanfaatkan sampah yang memiliki nilai ekonomis. Mengingat, tempat itu diperkirakan dalam sepuluh tahun mendatang tidak akan sanggup lagi menampung jumlah sampah yang ada di Bondowoso. “Sehingga kami tidak perlu membuat TPA baru,” tegasnya.
Dikonfirmasi terkait peralatan yang dibutuhkan untuk memilah sampah, Agung menyampaikan, di setiap kelurahan sudah ada pemilahan sampah organik, nonorganik, dan lainnya. Sementara, di rumah tangga masih belum tersedia secara menyeluruh.
Oleh sebab itu, melalui lurah maupun RT setempat, akan diberikan edukasi kepada masyarakat agar mereka memiliki alat yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah. “Sehingga yang mengambil sampah, relawan itu, mereka sudah tidak kesulitan lagi, mana sampah yang bisa dibuang langsung (organik, Red), mana yang bisa dijual,” katanya.
Tidak cukup di situ, pascapengolahan sampah dari permukiman, pihaknya sudah menggandeng Becof Bondowoso. Mereka akan menampung sampah yang masih dapat dimanfaatkan, dikelola dan dijual kembali. “Mereka siap menerima itu,” tandasnya. (ham/c2/lin)