KOTAKULON, Radar Ijen – Kajian tentang keperempuanan oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Bondowoso, kemarin (8/3), menunjukkan banyaknya persoalan perempuan. Mulai dari tindakan kekerasan hingga peran publik yang kurang.
Pada momen peringatan hari perempuan Internasional, Dinsos P3AKB Bondowoso menilai sebagai hari perjuangan perempuan. Oleh karena itu, persoalan perempuan di Kota Tape itu dinilai perlu untuk diselesaikan. Sebab, saat ini kekerasan terhadap perempuan masih berada di angka yang tinggi.
Kepala Dinsos P3AKB Bondowoso, Anisatul Hamidah mengatakan, selama ini perempuan di Bumi Ki Ronggo itu sulit berkembang. Sebagian besar disebabkan oleh budaya patriarki yang masih mengakar di tengah masyarakat. “Selama ini budaya patriarki sering membuat mandeknya perkembangan perempuan,” katanya.
Kedua, lanjut Hamidah, SDM perempuan di Bondowoso rata-rata tamat sekolahnya masih rendah. Sehingga, pengetahuan tentang peran dan haknya dinilai masih kurang. “Angka rata-rata lama sekolah masih rendah, peningkatan kualitas SDM juga masih rendah,” imbuhnya.
Ketiga, kekerasan terhadap perempuan juga masih berada di angka yang tinggi. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh korban broken home. “Ibu muda harus paham parenting, tentang stunting. Korban broken home menjadi rata-rata kekerasan terhadap perempuan,” paparnya.
Selanjutnya, peran perempuan di publik juga masih rendah. Ditambah dengan maraknya diskriminasi yang kerap terjadi. Dia mencontohkan 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif yang masih belum terjadi di Bondowoso. “Misalnya di legislatif, di pencalonan 30 persen harus perempuan, tapi yang jadi tidak sampai 30 persen, kita harus dorong adanya kebijakan tersebut,” tandasnya.
Dengan demikian, pihaknya berkomitmen untuk mengawal perempuan mulai dari tingkat desa. Melalui pendampingan, sosialisasi dan kegiatan lainnya. Termasuk bekerja sama dengan pemerintah desa. “Pemerintah bersama rakyat, ketika ada persoalan yang berhubungan dengan anak perempuan dan kemiskinan, maka harus ada partisipasi masyarakat. Karena perempuan punya daya untuk memberdayakan dirinya,” pungkasnya. (mun/fid)