32 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Alih Fungsi Lahan Pertanian Masih Sangat Minim

Mobile_AP_Rectangle 1

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Alih fungsi lahan pertanian di Bondowoso terbilang sangat minim. Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso menunjukkan, Bondowoso mengalami konversi lahan paling tinggi tahun 2017 silam, yakni sebanyak 32,66 hektare. Terdiri atas 17,9 hektare lahan sawah (irigasi teknis) dan 14,74 hektare lahan kering (nonirigasi). Sementara, konversi lahan yang paling sedikit yakni pada tahun 2019 sebanyak 11,41 hektare. Terdiri atas 3,39 hektare lahan sawah irigasi teknis dan 8,03 hektare lahan kering nonirigasi.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso Hendri Widotono kepada Jawa Pos Radar Ijen. “Kategorinya masih kecil. Bahkan terbilang sangat kecil persentasenya,” beber Hendri.

Lebih lanjut, menurut Hendri, dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Bondowoso sudah dijelaskan bahwa lahan pertanian berkelanjutan tersebut sudah dipetakan. “Artinya, lahan mana yang tidak boleh untuk kawasan industri dan mana lahan yang memang paten untuk pertanian. Kawasannya sudah jelas,” urainya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Apabila seseorang ingin mengambil lahan tersebut, maka wajib mengganti enam kali lipat dengan lahan lainnya. “Hal itu sudah jelas dilindungi oleh undang-undang dan dikuatkan lagi oleh peraturan daerah,” imbuh Hendri.

Bahkan, lahan khusus untuk pertanian, si pemilik lahan pun tak boleh membangun gedung rumah atau bangunan lainnya. “Kalau mau dijual ke orang atau pihak lain, ya, dalam bentuk lahan,” lanjutnya.

Persentase alih fungsi lahan pertanian di Bondowoso memang terbilang sangat kecil. Hendri menyebut bahwa Bondowoso berbeda dengan kota/kabupaten di Jawa Timur lainnya yang memang benar-benar kawasan industri. Seperti Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Jika ada developer perumahan yang ingin membangun sebuah lahan perumahan di atas lahan pertanian, Hendri pun menanggapi dengan tenang.  “Kalau lahan produktif, tentunya semua investor perumahan yang datang ke Bondowoso akan menanyakan terlebih dahulu perda, RTRW, dan LP2B. Karena sekarang zamannya juga sudah canggih dan transparan,” ungkapnya.

 

 

Jurnalis : Muchammad Ainul Budi
Fotografer : Muchammad Ainul Budi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Alih fungsi lahan pertanian di Bondowoso terbilang sangat minim. Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso menunjukkan, Bondowoso mengalami konversi lahan paling tinggi tahun 2017 silam, yakni sebanyak 32,66 hektare. Terdiri atas 17,9 hektare lahan sawah (irigasi teknis) dan 14,74 hektare lahan kering (nonirigasi). Sementara, konversi lahan yang paling sedikit yakni pada tahun 2019 sebanyak 11,41 hektare. Terdiri atas 3,39 hektare lahan sawah irigasi teknis dan 8,03 hektare lahan kering nonirigasi.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso Hendri Widotono kepada Jawa Pos Radar Ijen. “Kategorinya masih kecil. Bahkan terbilang sangat kecil persentasenya,” beber Hendri.

Lebih lanjut, menurut Hendri, dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Bondowoso sudah dijelaskan bahwa lahan pertanian berkelanjutan tersebut sudah dipetakan. “Artinya, lahan mana yang tidak boleh untuk kawasan industri dan mana lahan yang memang paten untuk pertanian. Kawasannya sudah jelas,” urainya.

Apabila seseorang ingin mengambil lahan tersebut, maka wajib mengganti enam kali lipat dengan lahan lainnya. “Hal itu sudah jelas dilindungi oleh undang-undang dan dikuatkan lagi oleh peraturan daerah,” imbuh Hendri.

Bahkan, lahan khusus untuk pertanian, si pemilik lahan pun tak boleh membangun gedung rumah atau bangunan lainnya. “Kalau mau dijual ke orang atau pihak lain, ya, dalam bentuk lahan,” lanjutnya.

Persentase alih fungsi lahan pertanian di Bondowoso memang terbilang sangat kecil. Hendri menyebut bahwa Bondowoso berbeda dengan kota/kabupaten di Jawa Timur lainnya yang memang benar-benar kawasan industri. Seperti Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Jika ada developer perumahan yang ingin membangun sebuah lahan perumahan di atas lahan pertanian, Hendri pun menanggapi dengan tenang.  “Kalau lahan produktif, tentunya semua investor perumahan yang datang ke Bondowoso akan menanyakan terlebih dahulu perda, RTRW, dan LP2B. Karena sekarang zamannya juga sudah canggih dan transparan,” ungkapnya.

 

 

Jurnalis : Muchammad Ainul Budi
Fotografer : Muchammad Ainul Budi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Alih fungsi lahan pertanian di Bondowoso terbilang sangat minim. Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso menunjukkan, Bondowoso mengalami konversi lahan paling tinggi tahun 2017 silam, yakni sebanyak 32,66 hektare. Terdiri atas 17,9 hektare lahan sawah (irigasi teknis) dan 14,74 hektare lahan kering (nonirigasi). Sementara, konversi lahan yang paling sedikit yakni pada tahun 2019 sebanyak 11,41 hektare. Terdiri atas 3,39 hektare lahan sawah irigasi teknis dan 8,03 hektare lahan kering nonirigasi.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso Hendri Widotono kepada Jawa Pos Radar Ijen. “Kategorinya masih kecil. Bahkan terbilang sangat kecil persentasenya,” beber Hendri.

Lebih lanjut, menurut Hendri, dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Bondowoso sudah dijelaskan bahwa lahan pertanian berkelanjutan tersebut sudah dipetakan. “Artinya, lahan mana yang tidak boleh untuk kawasan industri dan mana lahan yang memang paten untuk pertanian. Kawasannya sudah jelas,” urainya.

Apabila seseorang ingin mengambil lahan tersebut, maka wajib mengganti enam kali lipat dengan lahan lainnya. “Hal itu sudah jelas dilindungi oleh undang-undang dan dikuatkan lagi oleh peraturan daerah,” imbuh Hendri.

Bahkan, lahan khusus untuk pertanian, si pemilik lahan pun tak boleh membangun gedung rumah atau bangunan lainnya. “Kalau mau dijual ke orang atau pihak lain, ya, dalam bentuk lahan,” lanjutnya.

Persentase alih fungsi lahan pertanian di Bondowoso memang terbilang sangat kecil. Hendri menyebut bahwa Bondowoso berbeda dengan kota/kabupaten di Jawa Timur lainnya yang memang benar-benar kawasan industri. Seperti Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Jika ada developer perumahan yang ingin membangun sebuah lahan perumahan di atas lahan pertanian, Hendri pun menanggapi dengan tenang.  “Kalau lahan produktif, tentunya semua investor perumahan yang datang ke Bondowoso akan menanyakan terlebih dahulu perda, RTRW, dan LP2B. Karena sekarang zamannya juga sudah canggih dan transparan,” ungkapnya.

 

 

Jurnalis : Muchammad Ainul Budi
Fotografer : Muchammad Ainul Budi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca