BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Sejumlah desa di Bondowoso menjadi daerah rawan kekeringan. Uniknya, untuk mengantisipasi hal tersebut, ada warga yang menyiasatinya dengan membuat penampungan air di bawah tanah dalam rumahnya.
Seperti yang dilakukan oleh Sugiono, 38, warga Dusun Kedawung, Desa Botolinggo, Kecamatan Botolinggo, Bondowoso. Daerah itu ternyata memang menjadi langganan kekeringan dan krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Tidak luput, tahun ini pun sudah mulai terjadi kekeringan. Puncak kekeringan terjadi dalam beberapa bulan lalu. Bahkan, hingga September ini sejumlah warga masih kekurangan air bersih.
Meskipun ada mata air, itu hanya cukup digunakan untuk kebutuhan minum dan mencuci beras. Itu pun letaknya lumayan jauh, serta harus menunggu dalam waktu cukup lama hanya untuk mendapatkan satu ember air bersih.
Sementara, untuk kebutuhan mandi, mencuci pakaian, dan sebagainya, biasanya para warga sekitar harus turun ke desa lain yang jaraknya beberapa kilometer. Mereka harus menggunakan motor melewati jalan berdebu yang penuh kerikil.
Karena sadar daerahnya menjadi langganan kekeringan saat kemarau, mereka kemudian membuat sejumlah antisipasi ketika musim hujan tiba. Salah satunya dengan membuat penampungan air di rumah masing-masing. Bahkan, penampungan air tidak hanya berupa bak yang dibangun di dapur atau tandon di depan rumah. Sejumlah warga bahkan membuat penampungan di bawah tanah.
Sugiono, salah seorang warga Dusun Kedawung Timur, Desa Botolinggo, mengatakan, penampungan bawah tanah yang menyerupai bungker tersebut digunakan untuk menampung air ketika hujan. Menurutnya, penampungan air bawah tanah yang dibangun di dapurnya tersebut berukuran 3 kali 2 meter dengan kedalaman mencapai 3,5 meter. “Ini untuk menampung air saat musim hujan tiba. Nanti air itu digunakan ketika kemarau,” ungkapnya.
Pantauan Jawa Pos Radar Ijen, dari tempat penampungan tersebut terdapat paralon berukuran 4 dim. Paralon itu dihubungkan ke bagian atap rumah. Saat musim hujan tiba, air langsung mengalir ke penampungan. “Air kemudian dialirkan menggunakan pompa air ke kamar mandi. Atau ke dapur ketika mau digunakan untuk masak,” paparnya.
Menurutnya, jika penampungan itu penuh, air yang ada di dalamnya bisa digunakan tujuh bulan untuk masak dan minum. Sehingga untuk kebutuhan sehari-hari ia tidak khawatir untuk kebutuhan sehari-hari. “Kalau untuk mandi hanya cukup untuk tiga sampai empat bulan,” imbuhnya.
Sementara itu, Muyati, warga lainnya, mengaku, setiap musim kemarau tiba masyarakat memang kesulitan untuk mendapatkan air bersih. “Untuk memenuhi kebutuhan air selama ini mengandalkan satu sumber air. Jaraknya sekitar satu kilometer. Tapi, untuk dapat satu ember nunggu lama,” katanya.
Diungkapkan, memang ada lokasi sumber bor mata air. Jaraknya sekitar tiga sampai empat kilometer menuju lokasi tersebut dengan menggunakan motor. “Diberikan secara gratis kepada warga oleh salah satu tokoh masyarakat. Namun, memang setiap kemarau volume airnya kecil,” katanya.
Kepala Bidang Logistik, Rehabilitasi, dan Kontraksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso Tugas Riski Bahana mengatakan, total ada 221 kepala keluarga (KK) di Kedawung Timur. Mereka sudah mendapatkan suplai air bersih dari BPBD. Adapun warga di Dusun Kedawung Tengah dan Barat ada 224 KK. “Total 445 kepala keluarga yang membutuhkan air. Rawan kekeringan ini, tiap tahun di sini begini,” ungkapnya.
Menurutnya, di Bondowoso sendiri ada 49 desa yang tersebar di 16 kecamatan yang selalu krisis air bersih setiap musim kemarau. Ke depan, pihaknya akan mengirimkan air bersih secara berkala dan terjadwal ke kawasan-kawasan itu. Dropping akan dilakukan selama satu sampai tiga bulan ke depan. “Kami tak menunggu permintaan. Langsung kami jadwal. Kalau memang ada permintaan dari desa tak perlu ribet-ribet, nanti kami akan kirim surat ke kecamatan disertai contact person,” pungkasnya.
Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Hafid Asnan