23.1 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Dispensasi Nikah di Bondowoso Masih Marak

Tidak Semua Dispensasi Diproses

Mobile_AP_Rectangle 1

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Permohonan dispensasi nikah atau pernikahan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki atau perempuan yang usianya belum cukup untuk menikah, sesuai dengan peraturan, masih banyak terjadi di Kabupaten Bondowoso. Apalagi di tengah pandemi Covid-19. Tapi, ternyata tidak semua permintaan dispensasi bisa dikabulkan oleh Pengadilan Agama (PA) Bondowoso.

Berdasarkan data dari PA Bondowoso, diketahui pada 2019 lalu terdapat sebanyak 299 permohonan dispensasi nikah. Pada tahun 2020 meningkat hampir empat kali lipat, yakni sebanyak 1.077 perkara. Sementara, untuk tahun ini hingga akhir September 2021 ada sejumlah 802 perkara. Hal itu menunjukkan bahwa pernikahan dini masih tinggi.

Ketua Pengadilan Agama (PA) Bondowoso Muhlisin Noor mengungkapkan, pada masa pandemi permintaan dispensasi nikah mengalami peningkatan. Walaupun demikian, pihaknya tidak menyebutkan secara pasti berapa angka kenaikannya. Dia hanya menyebutkan, pada awal pandemi jumlah dispensasi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kemudian, pada tahun ini jumlah tersebut mulai mengalami penurunan, meskipun angkanya masih terbilang cukup tinggi.

Mobile_AP_Rectangle 2

Muhlisin juga menjelaskan, dispensasi di Kabupaten Bondowoso sifatnya masih kultural saja. “Kalau orang sini tidak menikahkan anaknya kan bagaimana. Jadi, tergantung mereka itu,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjabarkan, tidak semua dispensasi dapat dikabulkan sesuai dengan permintaan calon pengantin. Pihaknya mengaku, sebelum menetapkan, terlebih dahulu memverifikasi syarat dan ketentuan yang berlaku. Jika dirasa memenuhi, maka pihaknya akan mengesahkan dispensasi tersebut.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi di antaranya, usia yang bersangkutan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yakni minimal 19 tahun. Jika tidak, pihaknya akan melihat apakah ada alasan yang mendesak sehingga calon pengantin harus segera dinikahkan.

Alasan mendesak itu, lanjut Muhlisin, misalnya calon pengantin perempuan sudah hamil lebih dulu. “Untuk melindungi hak atau kepentingan hukum calon anaknya itu. Jadi, kami kabulkan saja,” tuturnya.

Walaupun untuk kejadian demikian, menurut dia, jarang terjadi di Kota Tape. Permintaan dispensasi nikah biasanya terjadi karena keinginan orang tua. “Jadi, anak kalau sudah dianggap besar itu harus dikawinkan,” bebernya.

Lebih lanjut, dia kemudian menegaskan, jika tanpa alasan mendesak, kemudian usia dari calon pengantin belum memenuhi sesuai dengan undang-undang, maka biasanya ia akan meminta calon pengantin untuk menunda menikah, hingga usianya mencukupi. “Berdasarkan undang-undang yang sekarang ini harus 19 tahun. Jadi, baik laki-laki maupun perempuan itu sama 19 tahun,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso H Tohari menyampaikan, untuk mencegah pernikahan dini, pihaknya mengaku akan terus menggencarkan sosialisasi ke desa-desa. “Pertama Desa Sumberpakem, Maesan, kemudian Desa Mengen, Tamanan. Terus satunya Desa Sumberanyar, Maesan,” imbuhnya.

Dipilihnya tiga desa itu ternyata bukan tanpa alasan. Menurut dia, dalam tiga desa yang ia pilih, banyak kasus pernikahan yang tidak melewati Kantor Urusan Agama (KUA) atau sering disebut pernikahan siri.

Dalam kesempatan itu, lanjut Tohari, akan diberikan pemahaman terkait bahaya pernikahan dini serta bahaya dari pernikahan siri. “Dispensasi itu oleh pengadilan bisa dikabulkan, bisa tidak juga,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Permohonan dispensasi nikah atau pernikahan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki atau perempuan yang usianya belum cukup untuk menikah, sesuai dengan peraturan, masih banyak terjadi di Kabupaten Bondowoso. Apalagi di tengah pandemi Covid-19. Tapi, ternyata tidak semua permintaan dispensasi bisa dikabulkan oleh Pengadilan Agama (PA) Bondowoso.

Berdasarkan data dari PA Bondowoso, diketahui pada 2019 lalu terdapat sebanyak 299 permohonan dispensasi nikah. Pada tahun 2020 meningkat hampir empat kali lipat, yakni sebanyak 1.077 perkara. Sementara, untuk tahun ini hingga akhir September 2021 ada sejumlah 802 perkara. Hal itu menunjukkan bahwa pernikahan dini masih tinggi.

Ketua Pengadilan Agama (PA) Bondowoso Muhlisin Noor mengungkapkan, pada masa pandemi permintaan dispensasi nikah mengalami peningkatan. Walaupun demikian, pihaknya tidak menyebutkan secara pasti berapa angka kenaikannya. Dia hanya menyebutkan, pada awal pandemi jumlah dispensasi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kemudian, pada tahun ini jumlah tersebut mulai mengalami penurunan, meskipun angkanya masih terbilang cukup tinggi.

Muhlisin juga menjelaskan, dispensasi di Kabupaten Bondowoso sifatnya masih kultural saja. “Kalau orang sini tidak menikahkan anaknya kan bagaimana. Jadi, tergantung mereka itu,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjabarkan, tidak semua dispensasi dapat dikabulkan sesuai dengan permintaan calon pengantin. Pihaknya mengaku, sebelum menetapkan, terlebih dahulu memverifikasi syarat dan ketentuan yang berlaku. Jika dirasa memenuhi, maka pihaknya akan mengesahkan dispensasi tersebut.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi di antaranya, usia yang bersangkutan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yakni minimal 19 tahun. Jika tidak, pihaknya akan melihat apakah ada alasan yang mendesak sehingga calon pengantin harus segera dinikahkan.

Alasan mendesak itu, lanjut Muhlisin, misalnya calon pengantin perempuan sudah hamil lebih dulu. “Untuk melindungi hak atau kepentingan hukum calon anaknya itu. Jadi, kami kabulkan saja,” tuturnya.

Walaupun untuk kejadian demikian, menurut dia, jarang terjadi di Kota Tape. Permintaan dispensasi nikah biasanya terjadi karena keinginan orang tua. “Jadi, anak kalau sudah dianggap besar itu harus dikawinkan,” bebernya.

Lebih lanjut, dia kemudian menegaskan, jika tanpa alasan mendesak, kemudian usia dari calon pengantin belum memenuhi sesuai dengan undang-undang, maka biasanya ia akan meminta calon pengantin untuk menunda menikah, hingga usianya mencukupi. “Berdasarkan undang-undang yang sekarang ini harus 19 tahun. Jadi, baik laki-laki maupun perempuan itu sama 19 tahun,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso H Tohari menyampaikan, untuk mencegah pernikahan dini, pihaknya mengaku akan terus menggencarkan sosialisasi ke desa-desa. “Pertama Desa Sumberpakem, Maesan, kemudian Desa Mengen, Tamanan. Terus satunya Desa Sumberanyar, Maesan,” imbuhnya.

Dipilihnya tiga desa itu ternyata bukan tanpa alasan. Menurut dia, dalam tiga desa yang ia pilih, banyak kasus pernikahan yang tidak melewati Kantor Urusan Agama (KUA) atau sering disebut pernikahan siri.

Dalam kesempatan itu, lanjut Tohari, akan diberikan pemahaman terkait bahaya pernikahan dini serta bahaya dari pernikahan siri. “Dispensasi itu oleh pengadilan bisa dikabulkan, bisa tidak juga,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Permohonan dispensasi nikah atau pernikahan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki atau perempuan yang usianya belum cukup untuk menikah, sesuai dengan peraturan, masih banyak terjadi di Kabupaten Bondowoso. Apalagi di tengah pandemi Covid-19. Tapi, ternyata tidak semua permintaan dispensasi bisa dikabulkan oleh Pengadilan Agama (PA) Bondowoso.

Berdasarkan data dari PA Bondowoso, diketahui pada 2019 lalu terdapat sebanyak 299 permohonan dispensasi nikah. Pada tahun 2020 meningkat hampir empat kali lipat, yakni sebanyak 1.077 perkara. Sementara, untuk tahun ini hingga akhir September 2021 ada sejumlah 802 perkara. Hal itu menunjukkan bahwa pernikahan dini masih tinggi.

Ketua Pengadilan Agama (PA) Bondowoso Muhlisin Noor mengungkapkan, pada masa pandemi permintaan dispensasi nikah mengalami peningkatan. Walaupun demikian, pihaknya tidak menyebutkan secara pasti berapa angka kenaikannya. Dia hanya menyebutkan, pada awal pandemi jumlah dispensasi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kemudian, pada tahun ini jumlah tersebut mulai mengalami penurunan, meskipun angkanya masih terbilang cukup tinggi.

Muhlisin juga menjelaskan, dispensasi di Kabupaten Bondowoso sifatnya masih kultural saja. “Kalau orang sini tidak menikahkan anaknya kan bagaimana. Jadi, tergantung mereka itu,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjabarkan, tidak semua dispensasi dapat dikabulkan sesuai dengan permintaan calon pengantin. Pihaknya mengaku, sebelum menetapkan, terlebih dahulu memverifikasi syarat dan ketentuan yang berlaku. Jika dirasa memenuhi, maka pihaknya akan mengesahkan dispensasi tersebut.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi di antaranya, usia yang bersangkutan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yakni minimal 19 tahun. Jika tidak, pihaknya akan melihat apakah ada alasan yang mendesak sehingga calon pengantin harus segera dinikahkan.

Alasan mendesak itu, lanjut Muhlisin, misalnya calon pengantin perempuan sudah hamil lebih dulu. “Untuk melindungi hak atau kepentingan hukum calon anaknya itu. Jadi, kami kabulkan saja,” tuturnya.

Walaupun untuk kejadian demikian, menurut dia, jarang terjadi di Kota Tape. Permintaan dispensasi nikah biasanya terjadi karena keinginan orang tua. “Jadi, anak kalau sudah dianggap besar itu harus dikawinkan,” bebernya.

Lebih lanjut, dia kemudian menegaskan, jika tanpa alasan mendesak, kemudian usia dari calon pengantin belum memenuhi sesuai dengan undang-undang, maka biasanya ia akan meminta calon pengantin untuk menunda menikah, hingga usianya mencukupi. “Berdasarkan undang-undang yang sekarang ini harus 19 tahun. Jadi, baik laki-laki maupun perempuan itu sama 19 tahun,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso H Tohari menyampaikan, untuk mencegah pernikahan dini, pihaknya mengaku akan terus menggencarkan sosialisasi ke desa-desa. “Pertama Desa Sumberpakem, Maesan, kemudian Desa Mengen, Tamanan. Terus satunya Desa Sumberanyar, Maesan,” imbuhnya.

Dipilihnya tiga desa itu ternyata bukan tanpa alasan. Menurut dia, dalam tiga desa yang ia pilih, banyak kasus pernikahan yang tidak melewati Kantor Urusan Agama (KUA) atau sering disebut pernikahan siri.

Dalam kesempatan itu, lanjut Tohari, akan diberikan pemahaman terkait bahaya pernikahan dini serta bahaya dari pernikahan siri. “Dispensasi itu oleh pengadilan bisa dikabulkan, bisa tidak juga,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca