BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Kemandirian ekonomi menjadi salah satu komitmen Pemkab Bondowoso. Potensi alam dan ternak yang melimpah bisa menjadi pendukung untuk mewujudkan hal tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh pakar ekonomi Universitas Jember, Dr Moehammad Fathorrazi, kepada Jawa Pos Radar Ijen. Menurut dia, dalam teori ekonomi ada dua cara untuk membangun ekonomi suatu negara. Pertama, melalui supply side atau penawaran. Dalam teori itu dijelaskan, jika mau membangun, maka harus meningkatkan produksi. Jika nanti hasil produksi banyak, masyarakat akan sejahtera. “Efek dari supply side, harga akan turun dan menguntungkan konsumen,” ujarnya.
Pada tahun 1930 ada teori baru yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes, yaitu demand side atau permintaan. Teori tersebut menyebutkan, kalau mau membangun, maka permintaan masyarakat dinaikkan.
Menurut dia, pemerintah telah melakukan kedua teori tersebut. “Supply side itu di antaranya ada subsidi untuk UMKM. Kemudian ada program Sehati (Sertifikasi Halal Gratis, Red) dan mempromosikan secara digital untuk mendukung supply side,” katanya.
Sementara itu, demand side juga dihidupkan. Salah satunya dengan cara memberikan bantuan langsung tunai (BLT). Imbasnya, konsumsi masyarakat meningkat, sehingga meningkatkan permintaan. “Contoh demand side di Kabupaten Bondowoso di antaranya adalah menyukseskan insentif guru ngaji dan semacamnya. Dengan begitu, permintaan akan meningkat,” paparnya.
Akademisi Universitas Jember itu juga memaparkan, potensi ternak di Kabupaten Bondowoso sangat luar biasa. Sebab, sudah ada beberapa produsen kambing dan sapi yang cukup besar. “Secara supply side sudah mendukung,” imbuhnya. Di antaranya Al-Fatih Farm di Petung, Al-Barokah di Karanganyar, Kecamatan Tegalampel, Kampung Zakat di Suleg, Al-Islah, dan peternakan yang ada di Koncer.
Dengan potensi yang luar biasa itu seharusnya pemerintah bisa melihat peluang, yakni dengan membuat rumah potong hewan (RPH) halal. “Hal itu juga untuk mendukung keberadaan produksi. Sehingga aktivitas penyembelihan tidak hanya melayani kebutuhan masyarakat, tapi bermuara pada bisnis daging halal,” paparnya.
Menurut dia, selama ini keberadaan RPH hanya melayani kebutuhan masyarakat dan tidak bernuansa bisnis. Tapi, ke depan pihaknya berharap ada bisnis, karena banyak peternakan besar. “Nanti kambing itu dimasukkan ke RPH halal, sehingga Bondowoso jadi penyuplai daging halal Indonesia,” jelasnya.
Sementara, kata dia, yang terjadi selama ini hanya terhenti pada tahap menghasilkan kambing dan sapi. Sehingga added value atau nilai tambah ekonomi yang harus diterima oleh Bondowoso justru diterima oleh orang lain. “Sebab, begitu menghasilkan sapi, banyak yang kulakan ke pasar Bondowoso. Tapi, disembelih di Pasuruan, Sidoarjo, dan Surabaya, sehingga added value dinikmati orang luar. Bukan kita,” jelasnya.
Dia juga mengambil contoh kopi luwak. Menurutnya, kopi luwak yang pertama diperkenalkan oleh Presiden SBY dahulu adalah kopi luwak Bondowoso. “Sekarang produksi yang berkaitan dengan kopi luwak justru ada di Sidoarjo yang paling banyak. Added value yang tercecer harus dibenahi,” paparnya.
Sementara, untuk kopi, kata dia, pemasarannya harus diganti. Di mana semua produk kopi di Bondowoso dikemas dan dipasarkan oleh Kominfo yang terintegrasi dengan dinas terkait. “Ada suatu web yang dikelola oleh Kominfo dan yang mengisi berasal dari OPD. Jadi, dalam rangka saling menjaga sekaligus untuk perbaikan pemasaran. Jadi, kehadiran pemerintah harus memperlancar unit bisnis masyarakat Bondowoso. Baik ternak, kopi, maupun yang lainnya,” sarannya.
Jurnalis : Muchammad Ainul Budi
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti