BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Sambutan hangat diberikan oleh para pelaku usaha yang bergerak di bidang perkopian, terkait usaha yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso untuk membuat Bondowoso Republik Kopi (BRK) kembali bersinar.
Seperti diketahui, kurang lebih selama dua tahun terakhir program BRK kurang mendapatkan perhatian pemkab setempat. Padahal brand BRK sudah mengantongi hak kekayaan intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan HAM.
Hal tersebut diungkapkan oleh Syamsi, salah seorang pemilik kafe di Kampung Kopi Pelita. Dia mengaku sangat bahagia jika branding dan program BRK kembali digaungkan oleh pemerintah. “BRK sejatinya tidak pernah hilang. Pelaku usaha tetap menggunakan branding itu, meski selama ini tidak ada perhatian pemerintah,” katanya saat dikonfirmasi, Jumat (3/9) siang.
Owner kafe Tjap Daoen itu mengatakan, sejauh ini memang pemerintah cenderung tidak hadir sama sekali. Belum lagi diterpa pandemi Covid-19. “Kalau Bondowoso Republik Kopi mau di-branding lagi, saya sangat berterima kasih. Sebab, dengan adanya BRK, banyak para pelaku usaha baru. Banyak anak muda bergerak di bidang perkopian,” jelasnya.
Jika betul-betul ingin mem-branding BRK, pihaknya menyarankan agar pemerintah gencar lagi memberikan pendampingan kepada SDM pelaku kopi, khususnya petani. “Agar kualitas kopi Bondowoso tetap terjaga. Tentu juga disediakan fasilitas yang dibutuhkan,” harapnya.
Sementara itu, lanjut dia, untuk kafe bisa didukung dengan branding. Apalagi terdapat area kafe yang dikenal dengan Kampung Kopi Pelita di Tamansari dan Kopi Kluncing. “Kampung Kopi Pelita itu lahir dari bawah. Mereka kompak sampai sekarang dan sudah ada legal formal. Sehingga dengan sedikit sentuhan dari pemerintah, maka akan sangat membantu menghidupkan kembali branding BRK,” imbuhnya.
Baginya, BRK tidak sekadar branding. Terpenting, kata dia, juga penyiapan SDM di bawah atau petani, eksportir, hingga pemilik kafe. “Saya mendukung rencana pemerintah dalam mengorbitkan kembali BRK,” imbuhnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Muhlis Ady Rangkul. Penjual bubuk kopi Bondowoso ini sangat mendukung langkah pemkab. Menurutnya, kopi itu memiliki potensi besar untuk mendongkrak ekonomi masyarakat, dan pasarnya juga sudah jelas.
Walaupun demikian, pihaknya berharap pemerintah bisa mengedukasi petani, terutama di kawasan Ijen dan Raung. Sebab, di tempat itu ada sekitar 40 kelompok tani, yang beberapa tahun lalu dibina oleh salah satu bank di Bondowoso dan Puslitkoka Jember. “Saat ini mereka butuh lagi diedukasi agar mereka mengelola kopi itu sesuai dengan SOP (standard operating procedure, Red). Sebab, jika tidak sesuai SOP, maka berdampak pada kualitas kopi,” ujarnya.
Menurutnya, kopi di Ijen–Raung adalah kopi berkualitas tinggi. Selain memiliki IG, kopi arabika Ijen Raung masuk kopi arabika specialty dengan cita rasa khas. “Mulai dari rasa, aroma, dan sebagainya. Jika diolah dengan baik, maka kopi Bondowoso tidak kalah dengan kopi lain. Seperti kopi Kintamani dan kopi yang sudah terkenal di dunia,” jelasnya.
Namun, sejak pemerintah tidak memperhatikan petani, kata dia, ada beberapa petani yang mengolah kopi tidak sesuai prosedur. Misalnya tidak lagi petik merah dan mencampur biji kopi merah dengan biji kopi yang belum waktunya dipanen.
“Karena kurang edukasi, petani sekarang ini lebih mengejar keuntungan. Ini bahaya terhadap kualitas kopi Bondowoso. Pengusaha seperti saya ini bergantung pada produk di hulu. Karena kami belinya ke petani. Jika tidak dibina, pengusaha juga dirugikan,” pungkasnya.
Jurnalis : Ilham Wahyudi
Fotografer : Ilham Wahyudi
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti