22.8 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Ada 7 Kasus Kekerasan Seksual Selama 2021

Mobile_AP_Rectangle 1

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Angka kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur Kabupaten Bondowoso dari Januari hingga Mei masih tinggi. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Bondowoso, terdapat tujuh kasus kekerasan yang dilaporkan.

Satu kasus pelecehan seksual hingga menyebabkan kehamilan. Serta satu kasus pencabulan juga sampai menyebabkan kehamilan. Sedangkan lima kasus lainnya adalah kasus pencabulan, tapi tidak sampai menyebabkan kehamilan. Ironisnya, dari lima kasus yang disebutkan, satu kasus di antaranya pelaku masih duduk di bangku sekolah dasar kelas enam.

Sumariyati, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DPPKB Bondowoso, mengatakan, tingginya kasus pelecehan seksual banyak disebabkan penggunaan gawai dan media sosial secara bebas oleh anak. Sebab, menurutnya, penggunaan gawai pada anak memiliki pengaruh yang sangat besar. “Orang tua seharusnya memiliki bekal dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Karena, tanpa bekal yang cukup, maka banyak orang tua yang membiarkan penggunaan HP pada anak tanpa dilakukan pengawasan dan pembatasan secara ketat,” jelasnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Akibatnya, anak bisa saja mengonsumsi video-video yang memang bukan tayangan selayaknya masuk begitu saja. “Anak bisa cenderung untuk meniru. Namanya juga anak-anak, kan memang cenderung untuk meniru. Tapi, mereka belum paham dampaknya bagaimana,” kata Sumariyati, kemarin.

Selain itu, penyebab lain adalah pola pergaulan. Lagi-lagi, peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menjaga dan membatasi pergaulan anak. “Orang tua juga harus bisa memilah dan melihat teman anaknya. Itu siapa yang menjadi teman, jangan dilepas begitu saja,” paparnya.

Lebih lanjut, Sumariyati menyampaikan, biasanya korban kekerasan seksual memiliki masalah pada psikisnya. Walaupun hal tersebut tidak bisa ditentukan sejauh mana dampak pada psikis korban, ia memastikan seberapa pun pasti memiliki dampak bagi korban. Pihaknya melakukan pendampingan ketika ada korban kekerasan seksual.

Pihak dinas akan membawa korban ke psikolog untuk konsultasi dan pemulihan psikologi. “Kemudian, tetap kami pantau sampai anak ini memang betul-betul siap untuk bersosialisasi lagi dengan masyarakat,” terangnya.

Jurnalis: mg3
Editor: Solikhul Huda

- Advertisement -

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Angka kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur Kabupaten Bondowoso dari Januari hingga Mei masih tinggi. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Bondowoso, terdapat tujuh kasus kekerasan yang dilaporkan.

Satu kasus pelecehan seksual hingga menyebabkan kehamilan. Serta satu kasus pencabulan juga sampai menyebabkan kehamilan. Sedangkan lima kasus lainnya adalah kasus pencabulan, tapi tidak sampai menyebabkan kehamilan. Ironisnya, dari lima kasus yang disebutkan, satu kasus di antaranya pelaku masih duduk di bangku sekolah dasar kelas enam.

Sumariyati, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DPPKB Bondowoso, mengatakan, tingginya kasus pelecehan seksual banyak disebabkan penggunaan gawai dan media sosial secara bebas oleh anak. Sebab, menurutnya, penggunaan gawai pada anak memiliki pengaruh yang sangat besar. “Orang tua seharusnya memiliki bekal dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Karena, tanpa bekal yang cukup, maka banyak orang tua yang membiarkan penggunaan HP pada anak tanpa dilakukan pengawasan dan pembatasan secara ketat,” jelasnya.

Akibatnya, anak bisa saja mengonsumsi video-video yang memang bukan tayangan selayaknya masuk begitu saja. “Anak bisa cenderung untuk meniru. Namanya juga anak-anak, kan memang cenderung untuk meniru. Tapi, mereka belum paham dampaknya bagaimana,” kata Sumariyati, kemarin.

Selain itu, penyebab lain adalah pola pergaulan. Lagi-lagi, peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menjaga dan membatasi pergaulan anak. “Orang tua juga harus bisa memilah dan melihat teman anaknya. Itu siapa yang menjadi teman, jangan dilepas begitu saja,” paparnya.

Lebih lanjut, Sumariyati menyampaikan, biasanya korban kekerasan seksual memiliki masalah pada psikisnya. Walaupun hal tersebut tidak bisa ditentukan sejauh mana dampak pada psikis korban, ia memastikan seberapa pun pasti memiliki dampak bagi korban. Pihaknya melakukan pendampingan ketika ada korban kekerasan seksual.

Pihak dinas akan membawa korban ke psikolog untuk konsultasi dan pemulihan psikologi. “Kemudian, tetap kami pantau sampai anak ini memang betul-betul siap untuk bersosialisasi lagi dengan masyarakat,” terangnya.

Jurnalis: mg3
Editor: Solikhul Huda

BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Angka kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur Kabupaten Bondowoso dari Januari hingga Mei masih tinggi. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Bondowoso, terdapat tujuh kasus kekerasan yang dilaporkan.

Satu kasus pelecehan seksual hingga menyebabkan kehamilan. Serta satu kasus pencabulan juga sampai menyebabkan kehamilan. Sedangkan lima kasus lainnya adalah kasus pencabulan, tapi tidak sampai menyebabkan kehamilan. Ironisnya, dari lima kasus yang disebutkan, satu kasus di antaranya pelaku masih duduk di bangku sekolah dasar kelas enam.

Sumariyati, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DPPKB Bondowoso, mengatakan, tingginya kasus pelecehan seksual banyak disebabkan penggunaan gawai dan media sosial secara bebas oleh anak. Sebab, menurutnya, penggunaan gawai pada anak memiliki pengaruh yang sangat besar. “Orang tua seharusnya memiliki bekal dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Karena, tanpa bekal yang cukup, maka banyak orang tua yang membiarkan penggunaan HP pada anak tanpa dilakukan pengawasan dan pembatasan secara ketat,” jelasnya.

Akibatnya, anak bisa saja mengonsumsi video-video yang memang bukan tayangan selayaknya masuk begitu saja. “Anak bisa cenderung untuk meniru. Namanya juga anak-anak, kan memang cenderung untuk meniru. Tapi, mereka belum paham dampaknya bagaimana,” kata Sumariyati, kemarin.

Selain itu, penyebab lain adalah pola pergaulan. Lagi-lagi, peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menjaga dan membatasi pergaulan anak. “Orang tua juga harus bisa memilah dan melihat teman anaknya. Itu siapa yang menjadi teman, jangan dilepas begitu saja,” paparnya.

Lebih lanjut, Sumariyati menyampaikan, biasanya korban kekerasan seksual memiliki masalah pada psikisnya. Walaupun hal tersebut tidak bisa ditentukan sejauh mana dampak pada psikis korban, ia memastikan seberapa pun pasti memiliki dampak bagi korban. Pihaknya melakukan pendampingan ketika ada korban kekerasan seksual.

Pihak dinas akan membawa korban ke psikolog untuk konsultasi dan pemulihan psikologi. “Kemudian, tetap kami pantau sampai anak ini memang betul-betul siap untuk bersosialisasi lagi dengan masyarakat,” terangnya.

Jurnalis: mg3
Editor: Solikhul Huda

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca