BONDOWOSO, RADARJEMBER.ID – Kasus terkonfirmasi positif tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Bondowoso masih cukup memprihatinkan. Pasalnya, selama tahun 2022 ini sudah ada 155 kasus terkonfirmasi positif. Mirisnya, empat kasus di antaranya menyebabkan meninggal dunia. Pasien dari penyakit itu tersebar di 23 kecamatan, dengan rentan usia 15 hingga 45 tahun.
Baca Juga : Sopir Pikap Kecelakaan Maut di Bondowoso Ditetapkan Jadi Tersangka
Kasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Bondowoso Goek Fitri Purwandari mengatakan, untuk penyakit yang disebabkan bakteri tuberkulosis dari kasus yang ada, tersebar di 23 kecamatan dengan rentan usia 15–45 tahun. “Tidak hanya orang tua yang terkena TBC, anak muda hingga remaja juga terinfeksi,” paparnya.
Salah satu penyebab tingginya kasus TBC di Bondowoso adalah penderita yang tidak berobat sesuai standar. “Karena kebiasaan para penderita ketika mengonsumsi obat selama dua bulan, kemudian merasa nyaman, mereka langsung berhenti. Padahal harus terus minum obat, minimal enam bulan,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, keberhasilan penyembuhan TBC adalah dari penderita itu sendiri dan keluarganya. Artinya, keluarga sebagai orang terdekat harus terus mengingatkan agar konsumsi obat TBC tidak putus selama enam bulan.
Jumlah TBC di Bondowoso yang terus meningkat, tambah dia, salah satu penyebabnya adalah kurangnya perilaku hidup bersih. Oleh sebab itu, untuk mengurangi jumlah kasus itu, pihaknya menggandeng tiga non-governmental organization (NGO) yang terdiri atas Yapikma, SSR Yabhysa, serta Pokja TBC/HIV. Bersama tiga NGO tersebut pihaknya terus berkolaborasi melakukan penyuluhan, garebek TBC, investigasi kontak erat, hingga pemeriksaan di pondok pesantren.
Salah satunya menggelar gerebek dan investigasi kontak erat di dua desa, yakni Desa Dadapan dan Grujugan Kidul, Kecamatan Grujugan, yang dilaksanakan pada pertengahan Maret lalu. Selain itu, screening ke ponpes hingga Lapas Kelas II B. “Ini semua juga merupakan rangkaian peringatan Hari TBC Sedunia,” ujarnya.
Dia menerangkan, investigasi kontak erat dilakukan terhadap 20 hingga 25 orang yang berada dalam satu lingkungan dengan pasien TBC. Termasuk pihak keluarga pasien. Selanjutnya, melakukan pemeriksaan dahak di puskesmas yang memiliki TCM atau tes cepat molekuler yang ada di Maesan, Tenggarang, Prajekan, dan RSU Koesnadi. “Kalau dia terdeteksi TBC, maka dia wajib datang ke puskesmas untuk diobati. Semua pengobatannya gratis,” tegasnya.
Semua kader tiga NGO itu bersama kader dari Dinkes melakukan pendampingan dan investigasi kontak. Bahkan, mereka juga turun langsung mengirim obat dan melakukan konseling terhadap pasien. “Target utama adalah memperbanyak spesimen yang diperiksa untuk terdeteksi apakah spesimen itu positif TBC atau tidak. Jadi, temukan sebanyak-banyak suspect,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua SSR (Sub-sub Recipient) Yabhysa Hijrotul Illahiyah menerangkan, selama berkolaborasi dalam penanganan TBC di Bondowoso, pihaknya menerjunkan 72 kader aktif yang tersebar di 18 kecamatan. Mereka melakukan penemuan kasus TBC di hampir 20 wilayah di kecamatan. “Kami usahakan bisa kaver se-Kabupaten Bondowoso,” pungkasnya. (ham/c2/dwi)