30 C
Jember
Wednesday, 22 March 2023

Panas, Bupati Bondowoso Diceukin Anggota DPRD

DPRD: Bupati Lakukan Blunder

Mobile_AP_Rectangle 1

TENGGARANG,RADARJEMBER.ID– Bola panas terus menggelinding untuk hubungan komunikasi politik antara legislatif dan eksekutif Bondowoso. Rabu (29/12) lalu, aksi mengejutkan, yakni walk out puluhan anggota dewan ketika Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin hadir di ruang sidang paripurna, menjadi perbincangan.

Bupati Salwa hadir untuk agenda paripurna Persetujuan Penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kabupaten Bondowoso 2022 dan Penetapan Rencana Kerja (Renja) DPRD Kabupaten Bondowoso 2022. Namun, sebelum paripurna resmi dimulai, sejumlah fraksi, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, dan ditambah dua anggota dewan dari Partai Demokrat, menyatakan walk out.

Wakil Ketua DPRD Bondowoso sekaligus anggota Fraksi PDI Perjuangan Sinung Sudrajad mengatakan bahwa walk out tersebut menjadi imbas rentetan kebijakan yang diambil oleh Bupati Salwa. “Jadi, selama ini DPRD berusaha membantu bupati, untuk jalannya pemerintahan. Termasuk berusaha menetapkan APBD 2022,” katanya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Namun, seiring berjalannya waktu, dia menilai bupati melakukan blunder. Pertama, pansus terkait Tim Percepatan dan Pembangunan Daerah (TP2D) yang tujuannya untuk mematuhi hasil fasilitasi gubernur tidak dilaksanakan. “Sekretariat kami di DPRD diobok-obok, dengan memindah sekwan tanpa ada koordinasi dengan pimpinan,” paparnya.

Menurut dia, ASN yang ada di lingkungan DPRD itu sifatnya diperbantukan dan pertanggungjawabannya ke pimpinan DPRD, bukan ke bupati. “Etikanya ketika ada mutasi terkait person di sekretariat DPRD, seharusnya dikomunikasikan dan dikoordinasikan dulu,” jelasnya.

Intinya, kata dia, sejauh ini tidak ada koordinasi yang baik antara eksekutif dan legislatif. Padahal roda pemerintahan itu adalah eksekutif dan legislatif. “Hal krusial itu tidak diindahkan oleh bupati kita,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PPP DPRD Bondowoso Barri Sahlawi Zain mengatakan, pihaknya menyayangkan sikap pimpinan DPRD Bondowoso dan sejumlah anggota dewan yang keluar dan membatalkan paripurna setelah ada undangan resmi. “Ini menjadi tontonan yang tidak baik. Sikap pimpinan yang seperti itu tidak memberikan contoh juga kepada anggota,” jelasnya.

Seharusnya diumumkan kepada anggota bahwa rapat tidak bisa dilaksanakan karena alasan yang masuk akal dan benar. Misalnya ditunda dan tidak mencapai kuorum. Tetapi, dalam tertundanya paripurna kemarin tidak ada penjelasan. “Para anggota yang keluar itu hadir, duduk, dan lengkap di ruangan. Sebenarnya yang hadir melebihi kuorum. Yaitu 50 persen plus satu, 23 saja cukup. Yang hadir tadi lebih,” jelasnya.

Terlebih lagi, unsur pimpinan menyampaikan bahwa rapat paripurna tidak dilaksanakan karena Ketua DPRD tidak hadir. Kemudian, tidak ada pendelegasian dari Ketua DPRD untuk memimpin rapat. “Padahal soal pimpinan rapat itu tidak harus ketua. Karena pimpinan itu kolektif kolegial. Ketika ketua berhalangan hadir, maka secara otomatis di-handle wakil ketua,” paparnya.

Apalagi, kata dia, paripurna yang batal digelar tersebut sudah dianggarkan. Padahal rapat tinggal dibuka dan dilaksanakan. “Berapa uang yang dikeluarkan untuk ini,” imbuhnya.

Selain itu, katanya, paripurna sudah melalui mekanisme di Badan Musyawarah (Banmus). Menurut dia, jika mengacu PP 12 Tahun 2018, seharusnya renja (rencana kerja) ditetapkan pada 30 September kemarin. “Seharusnya mendahului penetapan APBD. Karena renja DPRD itu setara dengan OPD yang lain. Tadi seharusnya ditetapkan, tetapi rapatnya tidak jadi,” pungkasnya. (bud/c2/lin)

- Advertisement -

TENGGARANG,RADARJEMBER.ID– Bola panas terus menggelinding untuk hubungan komunikasi politik antara legislatif dan eksekutif Bondowoso. Rabu (29/12) lalu, aksi mengejutkan, yakni walk out puluhan anggota dewan ketika Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin hadir di ruang sidang paripurna, menjadi perbincangan.

Bupati Salwa hadir untuk agenda paripurna Persetujuan Penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kabupaten Bondowoso 2022 dan Penetapan Rencana Kerja (Renja) DPRD Kabupaten Bondowoso 2022. Namun, sebelum paripurna resmi dimulai, sejumlah fraksi, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, dan ditambah dua anggota dewan dari Partai Demokrat, menyatakan walk out.

Wakil Ketua DPRD Bondowoso sekaligus anggota Fraksi PDI Perjuangan Sinung Sudrajad mengatakan bahwa walk out tersebut menjadi imbas rentetan kebijakan yang diambil oleh Bupati Salwa. “Jadi, selama ini DPRD berusaha membantu bupati, untuk jalannya pemerintahan. Termasuk berusaha menetapkan APBD 2022,” katanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, dia menilai bupati melakukan blunder. Pertama, pansus terkait Tim Percepatan dan Pembangunan Daerah (TP2D) yang tujuannya untuk mematuhi hasil fasilitasi gubernur tidak dilaksanakan. “Sekretariat kami di DPRD diobok-obok, dengan memindah sekwan tanpa ada koordinasi dengan pimpinan,” paparnya.

Menurut dia, ASN yang ada di lingkungan DPRD itu sifatnya diperbantukan dan pertanggungjawabannya ke pimpinan DPRD, bukan ke bupati. “Etikanya ketika ada mutasi terkait person di sekretariat DPRD, seharusnya dikomunikasikan dan dikoordinasikan dulu,” jelasnya.

Intinya, kata dia, sejauh ini tidak ada koordinasi yang baik antara eksekutif dan legislatif. Padahal roda pemerintahan itu adalah eksekutif dan legislatif. “Hal krusial itu tidak diindahkan oleh bupati kita,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PPP DPRD Bondowoso Barri Sahlawi Zain mengatakan, pihaknya menyayangkan sikap pimpinan DPRD Bondowoso dan sejumlah anggota dewan yang keluar dan membatalkan paripurna setelah ada undangan resmi. “Ini menjadi tontonan yang tidak baik. Sikap pimpinan yang seperti itu tidak memberikan contoh juga kepada anggota,” jelasnya.

Seharusnya diumumkan kepada anggota bahwa rapat tidak bisa dilaksanakan karena alasan yang masuk akal dan benar. Misalnya ditunda dan tidak mencapai kuorum. Tetapi, dalam tertundanya paripurna kemarin tidak ada penjelasan. “Para anggota yang keluar itu hadir, duduk, dan lengkap di ruangan. Sebenarnya yang hadir melebihi kuorum. Yaitu 50 persen plus satu, 23 saja cukup. Yang hadir tadi lebih,” jelasnya.

Terlebih lagi, unsur pimpinan menyampaikan bahwa rapat paripurna tidak dilaksanakan karena Ketua DPRD tidak hadir. Kemudian, tidak ada pendelegasian dari Ketua DPRD untuk memimpin rapat. “Padahal soal pimpinan rapat itu tidak harus ketua. Karena pimpinan itu kolektif kolegial. Ketika ketua berhalangan hadir, maka secara otomatis di-handle wakil ketua,” paparnya.

Apalagi, kata dia, paripurna yang batal digelar tersebut sudah dianggarkan. Padahal rapat tinggal dibuka dan dilaksanakan. “Berapa uang yang dikeluarkan untuk ini,” imbuhnya.

Selain itu, katanya, paripurna sudah melalui mekanisme di Badan Musyawarah (Banmus). Menurut dia, jika mengacu PP 12 Tahun 2018, seharusnya renja (rencana kerja) ditetapkan pada 30 September kemarin. “Seharusnya mendahului penetapan APBD. Karena renja DPRD itu setara dengan OPD yang lain. Tadi seharusnya ditetapkan, tetapi rapatnya tidak jadi,” pungkasnya. (bud/c2/lin)

TENGGARANG,RADARJEMBER.ID– Bola panas terus menggelinding untuk hubungan komunikasi politik antara legislatif dan eksekutif Bondowoso. Rabu (29/12) lalu, aksi mengejutkan, yakni walk out puluhan anggota dewan ketika Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin hadir di ruang sidang paripurna, menjadi perbincangan.

Bupati Salwa hadir untuk agenda paripurna Persetujuan Penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kabupaten Bondowoso 2022 dan Penetapan Rencana Kerja (Renja) DPRD Kabupaten Bondowoso 2022. Namun, sebelum paripurna resmi dimulai, sejumlah fraksi, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, dan ditambah dua anggota dewan dari Partai Demokrat, menyatakan walk out.

Wakil Ketua DPRD Bondowoso sekaligus anggota Fraksi PDI Perjuangan Sinung Sudrajad mengatakan bahwa walk out tersebut menjadi imbas rentetan kebijakan yang diambil oleh Bupati Salwa. “Jadi, selama ini DPRD berusaha membantu bupati, untuk jalannya pemerintahan. Termasuk berusaha menetapkan APBD 2022,” katanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, dia menilai bupati melakukan blunder. Pertama, pansus terkait Tim Percepatan dan Pembangunan Daerah (TP2D) yang tujuannya untuk mematuhi hasil fasilitasi gubernur tidak dilaksanakan. “Sekretariat kami di DPRD diobok-obok, dengan memindah sekwan tanpa ada koordinasi dengan pimpinan,” paparnya.

Menurut dia, ASN yang ada di lingkungan DPRD itu sifatnya diperbantukan dan pertanggungjawabannya ke pimpinan DPRD, bukan ke bupati. “Etikanya ketika ada mutasi terkait person di sekretariat DPRD, seharusnya dikomunikasikan dan dikoordinasikan dulu,” jelasnya.

Intinya, kata dia, sejauh ini tidak ada koordinasi yang baik antara eksekutif dan legislatif. Padahal roda pemerintahan itu adalah eksekutif dan legislatif. “Hal krusial itu tidak diindahkan oleh bupati kita,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PPP DPRD Bondowoso Barri Sahlawi Zain mengatakan, pihaknya menyayangkan sikap pimpinan DPRD Bondowoso dan sejumlah anggota dewan yang keluar dan membatalkan paripurna setelah ada undangan resmi. “Ini menjadi tontonan yang tidak baik. Sikap pimpinan yang seperti itu tidak memberikan contoh juga kepada anggota,” jelasnya.

Seharusnya diumumkan kepada anggota bahwa rapat tidak bisa dilaksanakan karena alasan yang masuk akal dan benar. Misalnya ditunda dan tidak mencapai kuorum. Tetapi, dalam tertundanya paripurna kemarin tidak ada penjelasan. “Para anggota yang keluar itu hadir, duduk, dan lengkap di ruangan. Sebenarnya yang hadir melebihi kuorum. Yaitu 50 persen plus satu, 23 saja cukup. Yang hadir tadi lebih,” jelasnya.

Terlebih lagi, unsur pimpinan menyampaikan bahwa rapat paripurna tidak dilaksanakan karena Ketua DPRD tidak hadir. Kemudian, tidak ada pendelegasian dari Ketua DPRD untuk memimpin rapat. “Padahal soal pimpinan rapat itu tidak harus ketua. Karena pimpinan itu kolektif kolegial. Ketika ketua berhalangan hadir, maka secara otomatis di-handle wakil ketua,” paparnya.

Apalagi, kata dia, paripurna yang batal digelar tersebut sudah dianggarkan. Padahal rapat tinggal dibuka dan dilaksanakan. “Berapa uang yang dikeluarkan untuk ini,” imbuhnya.

Selain itu, katanya, paripurna sudah melalui mekanisme di Badan Musyawarah (Banmus). Menurut dia, jika mengacu PP 12 Tahun 2018, seharusnya renja (rencana kerja) ditetapkan pada 30 September kemarin. “Seharusnya mendahului penetapan APBD. Karena renja DPRD itu setara dengan OPD yang lain. Tadi seharusnya ditetapkan, tetapi rapatnya tidak jadi,” pungkasnya. (bud/c2/lin)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca